Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasi (Gondal) Gandul

Kompas.com - 24/07/2008, 16:19 WIB

RABU (23/7) lalu, saya bertemu lagi dengan nasi gandul. Kali ini di warung Nasi Gandul Ibu Endang di Jalan Pesanggrahan Nomor 14, Meruya Utara, Jakarta Barat.

Pertama kali saya merasakan nasi gandul di warung tenda milik Ibu Hartati, di halam parkir Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, sekitar dua tahun lalu. Ketika itu, namanya yang asing (buat saya) menggoda saya untuk mencoba. Ternyata wuueenak tenan! Kuahnya gurih, spicy, dengan rasa rempah yang kuat.

Penasaran ingin tahu rasa nasi gandul yang lain, saya kemudian menjajal warung nasi gandul di kaki lima Jalan Prof DR Satrio (depan Sekolah Pelita Hati), Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan. Warung yang ini berdiri sejak tahun 1992 dan mungkin warung nasi gandul pertama di Jakarta.

***

NASI gandul merupakan kreasi kuliner masyarakat Pati, di pesisir utara Jawa Tengah. Maka, nasi gandul pun disebut sebagai masakan khas Pati. Ibu Hartati di Kalibata menamai warungnya dengan "Nasi Gandul Khas Pati'.

Meski klaim sebagai masakan khas Pati tidak terbantahkan namun soal nama nasi gandul ada beragam versinya. Ada yang bilang, nama itu merujuk ke pedagang nasi pikulan keliling yang menggunakan keranjang. Pedagang nasi seperti ini banyak terdapat di Pati. Keranjang pikulan yang bergerak gondal-gandul (ke kiri ke kanan) saat si pedang nasi berjalan kemudian menjadi semacam 'brand' untuk dagangan tersebut. Dalam versi ini, nasi gandul merupakan makanan masyarakat kelas bawah yang murah meriah. Versi lain menyebutkan, nama gandul mengacu pada cara penyajian makanan yang mengambang (gandul) di atas piring karena dasar piring dialasi daun pisang.

Terlepas dari beragam versi tentang nama, nasi gandul merupakan makanan berkuah yang berbasis daging sapi. Kuahnya berwarna kuning kecoklatan dengan rasa rempah yang kuat. Nasi Gandul Ibu Endang misalnya, rasa kayu manis dan kencurnya sangat menonjol.

Letak keunikan nasi gandul sebenarnya ada pada cara penyajian dan penyatapan. Nasi gandul disajikan dalam piring yang dialasi daun pisang. Di atas daun pisang itu nasi bercampur daging dan kuah; namun bisa juga disajikan terpisah, nasi dan kuah di sajikan dalam piring yang berbeda.

Cara menyatapnya pun unik. Makanan berkuah paling nyaman tentu disantap dengan menggunakan sendok. Tetapi untuk nasi gandul Anda bisa menggunakan daun pisang sebagai ganti sendok.

Saat pertama ke warung Ibu Hartati, ia tidak menyediakan sendok dan garpu untuk saya. Tentu saja saya bingung. Setelah memperhatikan orang di meja sebelah baru saya tahu bahwa nasi gandul bisa disantap pakai daun pisang. Dengan menggunakan daun pisang, nasi yang sudah basah kena kuah tinggal diciduk. Bagi pemula mungkin agak ribet tetapi kalau sudah tahu caranya, nyaman juga. Anda pun bisa merasakan sensasi yang tidak biasa ketika menggunakan daun pisang. (Kalau kesulitan pakai daun pisang, tentu saja Anda boleh minta sendok.)

***

MESKIPUN bukan yang pertama di Jakarta, namun Nasi Gandul Ibu Endang dari Pesanggrahanlah yang memupolerkan nasi gandul di Jakarta. Warung milik Endang Sri Wuryaningsih itu kini telah merambah sejumlah mal mewah di Jakarta, sesuatu yang dia tidak pernah bayangkan sebelumnya.

Endang semula seorang pegawai administrasi di perusahan ekspor-impor di daerah Kota, Jakarta Barat. Terseret dampak krisis ekonomui, kantornya kemudian pindah ke daerah Cikupa, Tangerang. Endang merasa letih setiap hari harus pergi-pulang kerja ke Cikupa yang jaraknya sekitar 30 kilometer dari tempat tinggalnya di Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Dalam keletihan dan kebingungan antara terus bekerja pada orang lain atau harus berhenti, pikirannya melayang jauh ke kampung halamannya di Pati. Di daerah asal itu, nasi gandul sangat digemari. Para penikmatnya berasal dari beragam latar belakang. "Orang-orang keturunan (Tionghoa) banyak yang suka nasi gandul," katanya.

Ia lalu mempelajari resep masakan tersebut. Setelah mantap dengan resep, ia kemudian membulatkan tekad untuk berhenti jadi orang upahan dan membuka warung nasi gandul di pinggir Jalan Pesanggarahan sejak tahun 1997. Dengan modal kurang dari Rp 2 juta rupiah, ia menggelar dua bangku panjang di halaman sebuah kantor di kawasan itu.

Peminatnya ternyata lumayan banyak. Keberadaan warung itu pun tersebar dari mulut ke mulut. Sejumlah nama terkenal mampir ke situ antara lain almarhum Taufik Savalas, Tukul, dan mantan Gubernur Sutiyoso. Sutiyoso dan istrinya bahkan tergolong pelanggan tetap meski Sutiyoso tidak pernah datang warung itu. "Kami terima pesananan untuk pesta. Kalau ada acara di rumah Pak Sutiyoso atau di Balaikota, nasi gandul dari sini sering dipesan," kata Endang.

Dari warung sederhana, Nasi Gandul Ibu Endang kini merambah ke mal-mal mewah seperti Plasa Senayan, Senayan City, dan Grand Indonesia. Namun Endang tetap mempertahankan warungnya yang di Pesanggrahan. "Saya mulai dari sini," katanya.

Anda ingin mampir? Warung ini buka setiap hari dari pukul 09.00 sampai 23.30.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com