Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Sebaran Flu Burung dengan Briket Batu Bara

Kompas.com - 01/07/2008, 17:25 WIB

MAKASSAR , SELASA - Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Sulsel kini mengembangkan pemanfaatan briket batu bara yang diprediksi dapat mengeliminasi penyebaran penyakit flu burung. "Briket batu bara ini, dapat mematikan virus H5N1 atau virus flu burung, hal ini sudah diujicobakan pada sejumlah peternakan di Sulsel," jelas Andi Ashari Kepala Sub Dinas Pelatihan Distamben Sulsel di Makassar, Selasa.  
    
Briket batu baru itu, lanjutnya, merupakan energi alternatif untuk memanaskan suhu unggas yang diternakkan di suatu kandang. Prosesnya, kalau selama ini peternak hanya menggunakan lampu pijar untuk menghangatkan unggasnya, terutama untuk ayam potong dan ayam ras, maka lampu pijar itu dapat diganti dengan membuat perapian dengan batu bara di bawah kandang ternak.

"Selain memanaskan suhu tubuh ternak, juga dapat mematikan virus flu burung yang menyerang ternak unggas," katanya. Hanya saja, untuk pengembangan briket batu bara itu di kalangan peternak masih sulit dijangkau, selain keterbatasan bahan baku batu bara, juga masih memerlukan sentuhan teknologi tepat guna, sehingga pemakaiannya tidak boros dan harganya bisa lebih murah.
    
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Peternakan Sulsel Arifin Daud mengatakan, penggunaan briket batu bara untuk mematikan virus flu burung itu bisa saja. Namun membutuhkan pembuktian dan analisis kimia lebih lanjut, sehingga keakuratannya bisa dipertanggungjawabkan.

"Soalnya kalau menggunakan batu bara dalam kadar yang berlebihan, bisa saja justru menimbulkan ternak unggas menjadi sesak, jadi harus tahu pasti berapa komposisinya yang baik," katanya. Hal senada dikemukakan drh Kafil, Kabag Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Sulsel. Menurutnya, selama ini yang dipakai untuk mematikan virus H5N1 adalah disinfektan.

Dikatakan kandungan energi batu bara yang diketahui mungkin baru efek positifnya yakni dapat mematikan virus flu burung, namun masih perlu diteliti lebih lanjut efek negatifnya. Karena biasanya, setiap penemuan memiliki efek positif dan negataif.  "Tinggal harus diketahui efek yang mana lebih dominan, postif atau negatif," ujarnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com