Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Djoko Chandra yang Disebut Joker?

Kompas.com - 18/06/2008, 19:54 WIB

JAKARTA, RABU - Mengutip pengakuan mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kemas Yahya Rahman, dalam pemeriksaan internal, Rabu (18/6), Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) MS Rahardjo mengatakan oknum misterius yang disebut sebagai 'Joker' merujuk kepada Djoko Soegiarto Tjandra, terdakwa kasus pengalihan tagihan utang (cessie) di Bank Bali yang kemudian divonis bebas.

Sekadar mengingat kembali, berikut ini adalah catatan mengenai Djok S Tjandra:

Nama Djoko alias Tjan Kok Hui, pria kelahiran Sanggau 27 Agustus 1950, kadung jadi buah mulut gara-gara fee atas cessie senilai setengah triliun lebih. Djoko memang identik dengan Grup Mulia yang memiliki bisnis inti properti. Kongsi empat bersaudara yakni Tjandra Kusuma (Tjan Boen Hwa), Eka Tjandranegara (Tjan Kok Hui), Gunawan Tjandra (Tjan Kok Kwang), dan Djoko S Tjandra sendiri didirikan pada 1970.

Dekade 1990-an, Grup Mulia makin moncer saat dipegang oleh Djoko. Bapak empat anak yang pintar ngomong ini menjadi komandan utama pada kepemilikan properti perkantoran seperti Five Pillars Office Park, Lippo Life Building, Kuningan Tower, BRI II, dan Mulia Center.

Grup Mulia menaungi sebanyak 41 anak perusahaan di dalam dan luar negeri. Selain properti, grup yang pada 1998 memiliki aset Rp11,5 triliun itu merambah sektor keramik, metal, dan gelas.

Kembali ke cessie, nama Djoko bersanding dengan Setya Novanto, pengusaha yang juga (waktu itu) Wakil Bendahara Golkar yang dekat dengan penguasa. Dari sinilah perkara itu merebak makin lebar. Soalnya, kongkalikong memburu duit fee terlembaga dengan keikutsertaan PT Era Giat Prima (EGP), perusahaan bikinan Djoko dan Setya.

Pada 11 Januari 1999, ada perjanjian cessie Bank Bali ke BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia)  sebesar Rp 598 miliar dan BUN (Bank Umum Nasional) sebesar Rp 200 miliar antara Bank Bali dan PT EGP.

Selanjutnya, 3 Juni 1999 BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional)  menginstruksikan transfer dana dari rekening Bank Bali di Bank Indonesia ke sejumlah rekening berjumlah Rp 798 miliar secara bersamaan. Rinciannya,  Rp 404 miliar ke rekening PT EGP di Bank Bali Tower, Rp 274 miliar ke rekening Djoko S Tjandra di BNI Kuningan, dan Rp120 miliar ke rekening PT EGP di BNI Kuningan.

Setelah tagihan itu cair, PT EGP menulis surat ke BPPN. Isi surat itu adalah permintaan agar kewajiban PT BUN kepada Bank Bali sebesar Rp 204 miliar dan bunga sebesar Rp 342 miliar dibayarkan kepada PT EGP. Lalu, PT EGP mendapat fee tadi, sebesar Rp546,468 miliar.

Namun karena kemudian kasus ini mencuat ke permukaan dan Direktur Utama EGP Djoko S Tjandra dimeja-hijaukan, akhirnya PT EGP mengembalikan dana tersebut ke Bank Bali.

Ternyata dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terdakwa korupsi Djoko S Tjandra divonis bebas. Setelah keluar putusan ini PT EGP menggugat ke PTUN agar BPPN (kini menguasai Bank Permata) mencabut pembatalan perjanjian cessie dan menyerahkan dana tersebut ke PT EGP. Kemudian, pada Maret 2002 gugatan PT EGP tersebut ditolak MA.

Pada 12 Juni 2003 Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengirim surat kepada direksi Bank Permata agar menyerahkan barang bukti berupa uang Rp 546,468 miliar tadi. Permintaan ini akhirnya tak terwujud dengan keluarnya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan BPPN.

Sementara itu, Kemas Yahya Rahman yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung kala itu pernah mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan secara hati-hati tentang rencana eksekusi dana Rp 546,468 miliar di Bank Permata. Langkah ini diambil menyusul pernyataan Ketua MA Bagir Manan soal dana cessie Bank Bali.

Kejaksaan akan mempelajari terlebih dulu secara detail putusan kasasi MA atas kasus Bank Bali yang melibatkan dua terdakwa. Pasalnya, putusan kasasinya saling berbeda.

Perkara dengan terdakwa Djoko S Tjandra sudah diputus bebas. Putusan ini berkonsekuensi dana cessie harus dieksekusi dikembalikan ke PT EGP.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com