Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Belum Tegas Soal Antirokok

Kompas.com - 30/05/2008, 14:29 WIB

JAKARTA, JUMAT - Kebimbangan pemerintah Indonesia yang  belum juga berkenan meratifikasi Konvensi Antirokok atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) mendapat sorotan dari Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Prof Dr Farid Anfasa Moeloek. 

Prof Moeloek menegaskan untuk melindungi masyarakat dari bahaya rokok tidak hanya cukup dengan upaya memberi imbauan atau pendidikan. Semua itu harus berjalan paralel dengan upaya penegakan hukum, yang dalam hal ini  FCTC menjadi dasar hukum internasional yang kuat untuk mengontrol peredaran rokok di seluruh dunia.
   
"Imbauan, pendidikan dan regulasi harus seimbang dan berjalan paralel untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok dan asapnya," kata Moeloek di Istana Negara Jakarta, Jumat (30/5), seusai menghadiri peringatan Hari Tembakau Sedunia.
    
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) adalah suatu hukum internasional dalam pengendalian masalah tembakau -- yang telah disepakati secara aklamasi dalam sidang WHO 2003.

"Tujuan dari FCTC adalah untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang terhadap gangguan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi dari tembakau dan asapnya," kata Prof Moeloek seraya menambahkan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang tidak menandatangani dan belum melakukan aksesi FCTC.

Moeloek juga mengatakan pokok-pokok penting dalam FCTC harus tercantum dalam UU Tembakau yang sedang disusun pemerintah.  "Memang RUU (Tembakau) ini sedikit terlambat, sudah tiga tahun dibahas, tampaknya belum merupakan prioritas pembahasan," kata Moeloek mengenai nasib RUU Tembakau.

Sesalkan tarif

Ia juga menyesalkan tarif cukai rokok di Indonesia yang termurah setelah Kamboja, apalagi citra iklan rokok yang "gaul,keren dan macho" dan kemudahan memperoleh rokok batangan sehingga anak-anak tergoda untuk merokok.

Lebih lanjut Moeloek mengatakan bahwa WHO telah memperkenalkan MPOWER yang merupakan paket enam intervensi kebijakan efektif pengendalian tembakau yaitu meningkatkan pajak dan harga produk tembakau, melarang iklan, promosi dan sponsor rokok, perlindungan dari paparan asap rokok, peringatan bahaya tembakau, pertolongan pada yang ingin berhenti rokok, dan memonitor penggunaan tembakau dan kebijakan pencegahan.
 
"Enam kebijakan itu akan mencegah generasi muda untuk memulai merokok, membantu perokok aktif berhenti dan mencegah perokok pasif," ujarnya.

Menurut mantan Menkes itu , 11 persen belanja masyarakat miskin adalah untuk rokok,jauh lebih besar dari konsumsi rokok keluarga kaya (9 persen), sehingga rokok merugikan kesejahteraan keluarga.

Indonesia menduduki peringkat kelima terbesar di dunia dalam hal konsumsi rokok, setelah China, AS, Rusia dan Jepang. Data Susenas 2004 menunjukkan bahwa 45,6 juta orang atau 30,5 persen penduduk usia 15 tahun atau lebih merupakan perokok pasif di rumah.

Pada acara peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada 31 Mei itu hadir pula Ibu Mufidah Jusuf Kalla, para istri menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta dan 250 anak-anak sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com