Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suryanaga dan Kecewa Itu

Kompas.com - 12/05/2008, 01:21 WIB

Oleh Ingki rinaldi

Tahun ini Perkumpulan Bulu Tangkis atau PB Suryanaga Gudang Garam Surabaya genap berusia 100 tahun. PB Suryanaga sendiri hanya bagian kecil dari sebuah Perkumpulan Olahraga Suryanaga Surabaya yang menaungi sejumlah cabang olahraga.

Perkumpulan Olahraga (POR) Suryanaga berdiri tahun 1908 dengan nama POR Tiong Hwa sebelum menjadi Naga Kuning, dan akhirnya Suryanaga. Atlet sepak bola, bola voli, angkat besi, tenis meja, renang, biliar, senam, tinju, atletik, dan catur dibina oleh klub yang satu ini.

Dari bulu tangkis, nama-nama harum—seperti almarhum Nyoo Kim Bie (salah satu peraih Piala Thomas 1958 di Singapura) dan Alan Budikusuma (peraih emas Olimpiade Barcelona 1992)— merupakan hasil binaan PB Suryanaga.

Itu belum termasuk sederet nama tenar lainnya seperti Rudi Hartono, Maria Fransiska, Tri Kusharjanto, Alvent Yulianto, hingga Sony Dwi Kuncoro.

Menurut Ketua Umum PB Suryanaga Yacob Rusdianto, sebelum 1985, klubnya itu bersifat amatir. Tanpa bapak angkat, tiada sponsor, dan minim dana segar.

Pada masa-masa sebelum 1985, sejumlah atlet bulu tangkis masih berlatih di Jalan Pasar Besar Wetan 55 yang jadi cikal bakal POR Tiong Hwa dan GOR Pantjasila, Surabaya. Saat itu anggapan ”jika seorang pebulu tangkis tidak pindah klub di Jakarta, mustahil untuk masuk ke pelatnas” masih terasa nyata.

Keadaan mulai berubah saat GOR Suryanaga dibangun dengan lima lapangan pada 1985. Produsen rokok Gudang Garam dan sejumlah donatur lain, seperti Bogasari, mulai menyuntik dana.

Kini, praktis hanya tinggal Gudang Garam yang terus memberikan dukungan finansial secara rutin. Sejumlah sponsor pendamping masih menyertai, tetapi tetap tak bisa melepaskan identitas Suryanaga yang erat dengan Gudang Garam.

Kata Yacob, sejak Gudang Garam masuk, ada rasa percaya diri yang dimiliki para pemain. Seolah, mulai saat itu bukan hanya Djarum Kudus saja yang mampu memiliki pebulu tangkis andal.

Pelatih Kepala PB Suryanaga Aji Santoso mengatakan, sekitar 70 pemain, dari anak-anak, remaja, taruna, hingga dewasa, ditampung PB Suryanaga. Mereka berasal dari Jatim, Jateng, Kaltim, Jakarta, dan Medan. Biaya operasional yang dibutuhkan untuk mendanai PB Suryanaga tak kurang mencapai Rp 1 miliar setiap tahun.

Metode kepelatihan

Menurut Aji, yang pernah diundang menjadi pelatih di Jepang pada 2002-2006, metode kepelatihan menjadi salah satu kelemahan bulu tangkis Indonesia karena jauh tertinggal dari negara lain. Contohnya, pemanfaatan teknologi informasi bagi penyusunan dan pelaksanaan program latihan tak lebih dari 25 persen dari perkembangan terkini.

Ia membandingkannya dengan pengalaman selama di Jepang, saat data jadi dasar segala pengambilan keputusan. Data selalu tersedia, bahkan segera dianalisis setelah kejuaraan berakhir.

Aji memimpin tak kurang dari 18 pelatih. Dari polesan merekalah hadir sejumlah pemain andal. Namun, tak sedikit yang mesti mengalami nasib ”mati muda” karena salah asuh di pelatnas.

Adnan Fauzi, jawara kelompok yunior tingkat Asia-Eropa 2005, adalah contohnya. Selama di pelatnas, Fauzi tidak banyak mendapatkan tambahan teknik dan ilmu. Hari-harinya justru lebih banyak dihabiskan untuk ”melayani” sejumlah pebulu tangkis lapis utama dalam berlatih.

Peristiwa lain paling mutakhir adalah saat Alvent Yulianto harus meratapi nasib akibat tak terpilih dalam tim Piala Thomas.

Atas kegagalan pemain dari klub di pelatnas, Aji berkomentar, sesungguhnya klub-klub daerah yang menelurkan atlet berprestasi. Pelatnas kemudian memolesnya. ”Jadi, kurang lebihnya janganlah kami dijelek-jelekkan,” ujar Aji.

PB Suryanaga, yang jadi bagian dari POR Suryanaga Surabaya, tahun ini genap satu abad. Namun, mereka masih merayakannya dengan hati luka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com