Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rebut Kembali Piala Thomas!

Kompas.com - 10/05/2008, 01:40 WIB

Yulia Sapthiani

Di Tianhe Gymnasium, Guangzhou, China, kegembiraan bangsa Indonesia bermula. Seusai memastikan kemenangan kelima secara beruntun—yang ke-13 kali secara keseluruhan—di ajang Piala Thomas pada 19 Mei 2002, ingar-bingar kesuksesan itu baru berakhir pada 7 Juni di Tanah Air, ketika Hendrawan dan kawan-kawan diarak di beberapa kota.

Warga kota Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta adalah orang-orang yang menjadi saksi dari kesuksesan tim Thomas 2002, meski para pemain yang dinilai sebagai pahlawan tersebut hanya bisa dilihat selintas saat mereka diarak keliling kota menggunakan mobil terbuka.

Hendrawan, Taufik Hidayat, Marleve Mainaky, Budi Santoso, Rony Agustinus, Candra Wijaya, Sigit Budiarto, Halim Heryanto, Tri Kusharjanto, dan Bambang Suprianto diarak di empat kota tersebut, lengkap dengan Piala Thomas yang mereka raih.

Sambutan yang sangat meriah datang dari warga yang menunggu berjam-jam di pinggir jalan, termasuk ketika tiba di Bandung dalam kondisi cuaca hujan.

Untuk tim Uber, kejayaan tim Uber berakhir seiring dengan berakhirnya era Susy Susanti, Mia Audina, Lili Tampi, Finarsih, Zelin, Elisabeth, dan kawan-kawan. Setelah tim Uber 1975 menjadi yang pertama kali membawa pulang Piala Uber, hal itu baru terulang lagi pada tahun 1994 dan 1996 yang menjadi tanda masa kejayaan Susy dan kawan-kawan.

Namun, kemeriahan warga menyambut arak-arakan tim Thomas, apalagi Uber, setelah juara, tak ada lagi sejak Juni 2002 itu. Bulu tangkis Indonesia sepi prestasi dengan kegagalan demi kegagalan yang didapat pemain-pemain Indonesia.

Dalam selang waktu sejak 2002 hingga saat ini, dahaga prestasi bulu tangkis Indonesia sempat diwarnai medali emas Olimpiade Athena 2004 yang diperoleh Taufik, gelar juara dunia pada tahun 2005 oleh Taufik dan Nova Widianto/Lilyana Natsir, serta Markis Kido/Hendra Setiawan pada tahun 2007.

Namun, gelar-gelar itu terasa kurang tanpa adanya gelar dari Kejuaraan Piala Thomas, kejuaraan paling bergengsi bulu tangkis beregu yang selevel dengan Piala Davis di tenis putra, bahkan Piala Dunia di arena sepak bola.

Tahun ini, tepatnya pada 11-18 Mei, Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, kembali menjadi tempat digelarnya Kejuaraan Piala Thomas dan Uber. Tempat ini pula yang empat tahun lalu menjadi tempat pertama kalinya Piala Thomas lepas dari tangan Indonesia, setelah lima kali diraih secara berturut-turut.

Di Istora Senayan kali ini pula tim Thomas Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan peluang mengembalikan kejayaan. Apalagi, beberapa pemain andalan yang memperkuat tim Thomas kali ini adalah pemain senior yang mungkin tak memiliki kesempatan untuk bermain lagi pada dua tahun mendatang.

Jika pada tahun 2010 nanti tak juga ada pengganti Taufik atau Candra Wijaya, bukan tak mungkin tahun ini menjadi kesempatan terbaik, sekaligus terakhir, bagi Indonesia untuk meraih kembali Piala Thomas.

Meski gelar juara yang diperoleh dari berbagai turnamen individu tak sebanyak yang didapat China, Indonesia masih menjadi salah satu calon kuat yang berhak mendapat Piala Thomas, supremasi tertinggi kejuaraan bulu tangkis beregu putra.

Hal ini diakui pula oleh beberapa tim pesaing, seperti Malaysia, Korea Selatan (Korsel), Denmark, bahkan China. Dalam Kejuaraan Asia di Johor Bahru, Malaysia, 15-20 April, misalnya, pemain ganda Jung Jae-sung (Korsel), yang berpasangan dengan Lee Yong-dae, mengatakan, Indonesia akan menjadi salah satu lawan sulit, khususnya di nomor ganda.

Dalam kejuaraan yang sama, tunggal ketiga China, Chen Jin, juga mengatakan hal yang serupa dengan Jae-sung. Indonesia adalah lawan yang bisa mempersulit mereka mempertahankan gelar juara selain Malaysia, Denmark, dan Korsel.

Pengakuan bahwa Indonesia masih menjadi lawan kuat juga terlihat dari strategi yang kemungkinan dipilih Malaysia dan Korsel yang akan bersaing di grup yang sama, yaitu Grup B, pada babak penyisihan.

Berada satu grup pula dengan Inggris, persaingan di grup tersebut akan sangat ketat.

Menghindar dari Indonesia di babak perempat final menjadi salah satu alternatif yang terdapat dalam daftar strategi dari tim-tim tersebut, terutama Malaysia dan Korsel.

Untuk mewujudkan strategi tersebut, Korsel bahkan mengakui bahwa mereka mungkin saja memilih berada di peringkat ketiga Grup B jika gagal menjadi juara grup. Peringkat kedua grup sebisa mungkin mereka hindari agar tak bertemu dengan Indonesia di perempat final (Lihat undian, di halaman 34).

”Kalau bagi kami, lebih baik berada di peringkat ketiga jika saja tidak bisa berada di posisi pertama. Mereka tim kuat dan menjadi tuan rumah. Saya tidak tahu apakah Malaysia akan berpikir seperti itu juga atau tidak,” kata ofisial tim Korsel, Greg Kim, dalam sebuah perbincangan di Johor Bahru.

Dari komentar itu, terbukti bahwa Indonesia masih menjadi tim yang disegani. Kekuatan Indonesia di nomor beregu masih sangat diperhitungkan lawan.

Seperti dikemukakan beberapa pelatih dan pemain tim Indonesia, tampil di kejuaraan beregu tak dapat disamakan dengan turnamen individu.

”Mendapat hasil buruk pada turnamen individu tak berarti akan menghasilkan kondisi serupa di kejuaraan beregu,” begitu garis besar yang disampaikan para pelatih dan pemain.

Komentar itulah yang harus dibuktikan tim Merah Putih di Istora nanti. Jangan sampai setelah mendapat hasil buruk di turnamen individu akan berarti memperoleh hasil lebih buruk dalam kejuaraan beregu.

Di tengah terpuruknya prestasi olahraga negeri ini ditambah berbagai masalah bangsa di bidang lain, bangsa Indonesia membutuhkan sesuatu yang bisa dibanggakan.

Mudah-mudahan Sony Dwi Kuncoro dan kawan-kawan bisa menjadi pencetus kembalinya kejayaan bulu tangkis Indonesia setelah selama ini terpuruk. Selamat berjuang!

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com