Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kopi Ancam Taman Nasional Bukit Barisan

Kompas.com - 06/05/2008, 14:32 WIB

BANDAR LAMPUNG, SELASA- Aksi perambahan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan terus berlangsung seiring maraknya pengembangan tanaman kopi. "Ancaman utama terhadap TNBBS sebagai salah satu warisan dunia di bidang hutan tropis bukan lagi dari illegal logging, tetapi perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian," kata Kepala Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Kurnia RN belum lama ini.
    
Lampung dikenal sebagai penghasil utama kopi di Indonesia, dan produksinya diekspor ke mancanegara. Menyusul  harga kopi yang terus melambung, permintaan akan kopi Lampung terus meningkat. Akibatnya, produksi kopi digenjot dan kawasan hutan lindung menjadi sasaran pengembangan kopi.
    
Organisasi konservasi internasional WWF-Indonesia memperkirakan, sekitar 17 persen atau 60.000 hektar areal Taman Nasional Bukit Barisan Selatan  telah dikonversi menjadi lahan pertanian, dan sebagian besar untuk perkebunan kopi. "Perambahan hutan lindung itu diyakini kuat masih terjadi hingga sekarang sehingga dibutuhkan tindakan tegas dan komprehensif, serta perhatian semua pihak untuk mengatasinya," kata Manajer WWF-TNBBS Nurcholis Fadhli.
    
Menurut dia, jika perambahan hutan lindung di taman nasional itu tidak diatasi, maka kehidupan tiga mamalia besar di Sumatera, yakni gajah, harimau, dan badak sumatera terancam. Ia mengkhawatirkan satwa langka itu akan punah jika laju deforestasi tidak segera diatasi, terutama perubahan fungsi lahan hutan lindung menjadi areal pertanian atau perkebunan.
    
Menurut dia, ada sejumlah hal yang bisa dilaksanakan pemerintah daerah untuk mendukung keberadaan hutan lindung itu, seperti menyusun tata ruang yang mendukung keberadaan hutan lindung serta membantu masyarakat di sekitar kawasan dengan teknologi pertanian. "Jika masyarakat dibantu dalam hal pertanian agar produktivitas mereka meningkat, hal itu akan menekan niat untuk membuka lahan di kawasan hutan lindung itu," katanya.
    
WWF-Indonesia dalam situsnya juga menyebutkan bahwa penyelidikan tentang jalur kopi dari TNBSS ke pembeli tingkat internasional menunjukkan bahwa kopi yang berasal dari TNBSS telah memasuki pasar internasional melalui perdagangan umum.
    
Rantai perdagangan kopi asal TNBBS itu bermula dari petani kopi ke pedagang lokal di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga eksportir di Bandar Lampung, kemudian ke pembeli internasional.
    
Menurut studi WWF yang dilaksanakan selama Oktober 2003- Juni 2004, kopi dari 40 ekportir Lampung telah tercampur dengan kopi asal TNBBS, dan diekspor ke 52 negara di Eropa, Asia, Amerika, Afrika, dan Australia. "Dari total volume kopi yang diekspor dari Lampung sebesar 216.271 ton pada 2003, 45,1 persen atau 97.547 ton terbukti ternoda dengan kopi yang berasal dari TNBBS. Volume ekspor tersebut meningkat menjadi 283.032 ton pada 2004 dan 334.864 ton pada 2005," demikian WWF.

Kawasan lindung
    
Kawasan Lindung Bukit Barisan Selatan (BBS), menurut organisasi konservasi Walhi, dalam situsnya, pada awalnya ditetapkan sebagai Suaka Marga Satwa (1935) melalui Van der Gouvernour-Generat Van Nederlandseh Indie No 48 stbl. 1935, dengan nama SS I (Sumatera Selatan I).  
    
Pada 1 April 1979, kawasan BBS menjadi Kawasan Pelestarian Alam, dan namanya menjadi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan melalui SK Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997.
    
Luas kawasan hutan TNBSS meliputi areal seluas 356.800 Ha membentang dari bagian barat Lampung hingga wilayah Bengkulu bagian selatan. TNBSS itu masuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, dan Kabupaten Kaur Bengkulu.
    
Unesco pada 2004  menetapkannya sebagai salah satu situs warisan dunia. Kenaikan harga kopi mendorong minat penduduk, terutama kaum pendatang, untuk menanam komoditas bernilai ekspor itu, dan perluasan tanaman kopi dikhawatirkan akan mendorong perluasan kerusakan TNBSS.
    
Ketika kopi dunia mencapai 3.000 dolar AS per ton, harga kopi Lampung sempat menembus Rp28.000 per kilogram.   
    
Menurut Kepala Relitbang BPD Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung, Muchtar Lutfie, kerusakan hutan TNBBS bukan hanya karena perambah untuk berkebun kopi, cokelat dan lain-lain, tetapi juga banyak disebabkan oleh "illegal logging".
    
"WWF sepertinya hanya mempermasalahkan kopi ilegal sebagai akar rusaknya hutan di kawasan TNBBS, padahal masalah kerusakan kawasan tersebut cukup banyak," katanya.
    
Ia kemudian menyebutkan produksi kopi Lampung dalam beberapa tahun terakhir justru menurun.
    
Menurut dia, produksi kopi Lampung pada 2007 di bawah 200 ribu ton, padahal pada 2006 mencapai 300 ribu ton. Meski produksi kopi tahun 2007 menurun bila dibandingkan tahun 2006 lalu, namun nilai devisanya meningkat.
    
Berdasarkan data dari Koperindag Lampung, pada 2006 ekspor kopi Lampung mencapai 230.635.486 Kg dengan nilai 264,879 juta dolar AS. Tahun 2007, ekspor kopi Lampung mencapai 183 ribu ton dengan nilai 301,643 juta dolar AS.
    
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Arinal Junaidi, para bupati dan kepala dinas kehutanan terkait perlu mengambil langkah- langkah yang lebih kongkrit, konsisten dan tegas dalam mengatasi aksi perambahan kawasan hutan lindung, terutama di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
    
"Pemerintah provinsi dan kabupaten tentu harus melakukan langkah-langkah yang lebih terintegrasi dalam melindungi hutan lindung, terutama mengatasi aksi perambahan untuk dijadikan sebagai tempat pertanian kopi, kakao dan tanaman lainnya. TNBBS perlu dilindungi melalui serangkaian kebijakan yang terarah dan tegas dalam implementasinya," katanya.
    
Menurutnya, bupati yang berada di barisan terdepan dalam melindungi hutan lindung karena kawasan itu berada di wilayahnya.
    
Terhadap aksi perambahan yang dibiayai pengusaha, seperti membiayai penanaman kopi di kawasan TNBSS, ia menyebutkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bersama-sama mengatasinya.
    
"Jadi bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah saja, pemerintah pusat atau Menteri Kehutanan perlu juga turun ke lapangan untuk melihat kondisi yang sebenarnya," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com