PENGGUNAAN suplemen kesehatan di era modern seperti ini memang sudah bagian dari gaya hidup dalam upaya menangkal kemungkinan tertular berbagai jenis penyakit.
Suplemen antioksidan biasanya menjadi pilihan karena banyak yang berpendapat bahwa dengan mengkonsumsi antioksidan, maka proses penuaan dapat dihambat walaupun umur tidak dapat diperpanjang. Bukti-bukti ilmiah juga menunjukkan bahwa antioksidan berkhasiat mencegah timbulnya berbagai penyakit.
Beberapa macam mineral esensial seperti seng, tembaga atau selenium telah terbukti mempunyai khasiat sebagai antioksidan atau meningkatkan aktivitas antioksidan suatu zat tertentu. Oleh karena itu, mengonsumsi bahan-bahan pangan sumber mineral tersebut sangat penting dalam pola makan sehari-hari. Selain ada yang memilih sumber alami, ada pula yang lebih suka untuk mengonsumsinya dalam bentuk suplemen tablet mineral atau bukan dari makanan alami.
Khusus menyoal suplementasi selenium dalam bentuk tablet mineral ini, para ahli dalam sebuah laporan yang ditulis dalam jurnal Genome Biology mengindikasikan bahwa penggunaan suplemen selenium mungkin tidaklah terlalu bermanfaat bagi mayoritas konsumen.
Menurut mereka, meski selenium termasuk salah satu elemen penting dalam diet, kini telah muncul kecenderungan bahwa manusia kehilangan kebutuhan akan selenium yang biasa terkandung dalam protein dan diangkut melalui plasma darah. Kebutuhan ini, kata para ahli, mulai menurun ketika nenak moyang manusia meninggalkan laut dan berevolusi menjadi mamalia.
Teori tersebut merupakan kesimpulan dari tim riset yang dipimpin Alexey Lobanov dan Vadim Gladyshev dari Universitas Nebraska-Lincoln dan Dolph Hatfield of the National Institutes of Health yang melakukan studi analisis genetika.
¨Beberapa elemen dasar yag diperlukan (trace element) adalah mikronutrien penting untuk manusia dan binatang. Tetapi mengapa sejumlah organisme menggunaan sejenis mineral tertentu hingga lebih luas dari pada yang lainnya justru tidak dipahami,¨ ungkap Gladyshev seperti dikutip sciencedailly.com, Senin (7/4).
¨Kami telah menemukan bahwa perubahan evolusioner dari ikan menjadi mamalia diikuti dengan berkurangnya penggunaan protein yang mengandung selenium,¨ tambahnya.
Selenoprotein pada vertebrta, terang peneliti, telah berubah atau mengalami rekonstruksi berdasarkan riset ini yakni: 19 pada mamalia, 4 pada ikan, 1 pada burung dan 2 pada amfibi.
Protein yang mengandung selenium juga menurut para ahli telah berubah atau berevolusi sejak masa prasejarah. Beberapa kelainan atau penyakit pada manusia juga dikaitkan dengan kekurangan selenium seperti penyakit “Keshan Disease”. Yaitu sejenis penyakit dimana penderita mengalami gangguan pada otot jantung, yang mengakibatkan penurunan fungsi jantung sebagai akibat pembengkakan jantung. Penyakit ini banyak ditemukan pada Propinsi Keshan di negara Cina. Penyakit ini berkembang pesat di propinsi tersebut diakibatkan karena tanah di daerah tersebut kandungan seleniumnya rendah. Akibatnya kandungan selenium pada air minum, tanaman dan hewan ternak yang dikonsumsi oleh penduduk disana juga rendah.
Selain itu ada pula Myxedermatous Endemic Cretinism, sejenis penyakit mongolism yang dikaitan dengan defisiensi selenium dan iodine dan ditemukan di Afrika.
Evolusi yang ¨menurunkan¨ nilai selenium ini juga telah memunculkan pertanyaan seputar penggunaan suplemen secara luas elemen penting ini hingga jumlah mksimum protein yang dikandungnya. Suplemen telah banyak digunakan tanpa mengetahui kelompok populasi mana yang akan memperoleh manfaatnya.
Gladyshev menyimpulkan, perubahan akan berkurangnya penggunaan protein yang mengandung selenium pada mamalia telah memunculkan pertanyaan pada nutrisi manusia dan binatang. Manifestsi selenoprotein diatur seperti halnya orang tidak perlu lagi mengonsumsi banyak makanan mengandung selenium yang biasanya hadir dalam sejumlah tertentu dalam menu makanan.
¨ Individu seharusnya mempertimbangkan lagi faktor usia, jenis kelamin dan kebutuhan medis sebelum menggunakn suplemen berdasarkan aturan biasanya,¨ tegasnya.
Mineral selenium merupakan elemen dasar yang terdapat di dalam makanan yang mengandung protein dalam bentuk asam amino (selenocystein).