Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melulu Orientasi Masa Depan, Cukupkah?

Kompas.com - 16/03/2008, 18:30 WIB

Oleh : Sawitri Supardi Sadarjoen, psikolog

Bila kita bertanya kepada remaja laki-laki atau perempuan menjelang usia dua puluhan dari kalangan sosial ekonomi menengah ke atas yang terutama tinggal di kota besar dengan pertanyaan, profesi apa yang akan ditekuni dan dijadikan tumpuan masa depan, maka jawaban yang akan kita dengar umumnya, ”Enggak tahu, ya, bingung”.

Memang tidak semua remaja perkotaan akan mengungkapkan jawaban seperti itu, tetapi sebagian besar remaja akan memberi jawaban umum tersebut. Kita langsung dapat menduga bagaimana para remaja tersebut melalui hari-harinya.

Mereka menjalani hari-hari dengan santai, tidak terarah, mengikuti alur seperti halnya air mengalir tanpa arah jelas, tergantung landasan di mana air itu bisa mengalir.

Sosok remaja tersebut terkesan bagaikan perahu limbung tanpa arah, terombang-ambing sesuai arah angin yang bertiup. Akhirnya, kesenangan hidup menjadi pengarah utama kehidupan keseharian mereka, malas belajar, malas membaca, bahkan malas berpikir; bersikap tidak serius dalam membahas masalah dan cenderung lari dari masalah.

Mereka banyak tuntutan materi terhadap orangtua dan memaksakan agar selalu dipenuhi. Perilaku konsumtifnya mudah sekali berkembang. Kadar egosentrisme meningkat tajam, artinya yang paling penting adalah kesenangan dan kepuasan diri, tidak peka perasaannya, dan pertimbangan akan kepentingan lingkungan sangat minim. Prinsip hedonisme menjadi falsafah hidup mereka. Mal dan kafe menjadi tempat berkeliaran tanpa jeda.

Fantasi masa depan

Berikut ini adalah salah satu cuplikan mimpi masa depan yang menjadi obsesi remaja yang mogok kuliah.

”Aku ingin punya rumah cukup besar berisi barang-barang dari Ace Hardware yang membuat hidupku nyaman. Punya satu mobil untuk harian dan satu mobil untuk balapan, satu mobil untuk istri dan mobil untuk anak (untuk dimodifikasi oleh anak).

Punya bisnis di mana-mana yang selalu mengucurkan uang banyak sampai bingung cara menghabiskannya, jadi dermawan terkenal dan saleh tetapi tetap gaul, walaupun sudah punya istri. Istri bohay, care edan, baek, pengertian, perfect, dan punya anak-anak yang cantik dan ganteng, hidup keluarga bahagia, segala masalah keluarga dapat diatasi, naik haji bareng keluarga dan yakin suatu hari naik sorga”. Demikian O (20).

Isi fantasi yang berbunga-bunga tersebutlah yang membuat O tercenung-cenung sepanjang hari tanpa menyadari realitas. Bahkan selama ini dia telah dua semester mogok kuliah di luar pengetahuan orangtua. Jadi, apa yang selama ini O lakukan bukan menegakkan orientasi masa depan, tetapi terpaku pada angan-angan dan fantasi berlanjut.

Orientasi masa depan

Orientasi masa depan, sering disingkat menjadi OMD, adalah upaya antisipasi terhadap harapan masa depan yang menjanjikan.

Memang O membayangkan kehidupan kemudian hari, tetapi antisipasinya lebih bernuansa fantasi/lamunan yang terkesan kurang realistis.

Kenyataannya, O bergeming, tanpa upaya konkret merintis jalan untuk meraih orientasinya tersebut sehingga memang lebih tepat disebut fantasi/lamunan/angan-angan.

Motivasi belajarnya yang lemah ditandai oleh mogok sekolah dengan berbagai alasan. Selama mogok ia tinggal di kamar, kadang mandi kadang tidak. Kalaupun keluar rumah, hanya untuk kongko dengan beberapa teman lama dan pulang ke rumah larut malam.

Seseorang seyogianya mengeksplorasi tujuan yang ditetapkan untuk mengetahui sejauh mana potensi yang ia miliki dapat meraih tujuan tersebut. Komitmen dalam meraih tujuan pun tidak tampak, apalagi perencanaan matang guna membuka jalan bagi pencapaian tujuan.

Evaluasi keberhasilan studi yang mengarah pada tujuan pun tidak dilakukan. Ikut ujian yang diselenggarakan fakultas pun tidak. Yang ada hanya menyalahkan lingkungan, dalam hal ini orangtua, yang dia nilai kurang menunjang cita-citanya, kurang memahami dirinya, dan kurang memberikan perhatian serta kasih kepadanya.

Padahal, untuk menentukan dan mewujudkan perencanaan tujuan dibutuhkan daya juang yang kuat, kecermatan kerja, kesungguhan usaha, dan kemampuan perencanaan pemanfaatan sumber daya, baik yang berasal dari dalam diri ataupun lingkungan.

Peran orangtua

Peran apa yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu anak memiliki OMD?

- Serentak setelah anak dapat diajak berdialog, lakukanlah dialog yang mengarahkan pembentukan pola pikir anak-anak.

- Dengan dialog akan tercipta kerangka pikir sistematik selain anak terlatih mengutarakan pendapat secara sistematis.

- Biasakanlah anak berdiskusi dengan materi diskusi hendaknya sesuai dengan kemampuan daya pikir anak. Hargailah pendapat anak dengan sewajarnya sehingga rasa percaya diri anak tumbuh baik.

- Bila anak sudah terbiasa sejak kecil berdiskusi mengutarakan pendapat dengan bebas kepada orangtua, maka anak akan bersikap terbuka sehingga tidak akan terjadi kondisi yang sama dengan O di mana orangtua tidak tahu sudah dua semester anaknya minta cuti dari perkuliahan.

- Beri contoh konkret sikap kerja yang gigih.

- Biasakanlah anak melakukan suatu kegiatan melalui penetapan tujuan untuk kegiatan sederhana hingga yang kompleks sehingga tingkah laku anak berlandaskan rel yang jelas dan terarah menuju tujuan yang jelas pula.

Dengan demikian, OMD akan dengan sendirinya menjadi bagian dari diri anak dan eksplorasi yang dilakukan anak terhadap tujuan yang telah ditentukan menjadi rel penyeimbang langkah anak ke masa depan yang menjanjikan, tetapi realistis. Mudah-mudahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com