Salin Artikel

MK Disebut Bisa Perintahkan dan Lindungi TNI-Polri Jadi Saksi Sengketa Pilpres

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap bisa menggunakan kewenangannya sebagai lembaga peradilan memerintahkan saksi dari lembaga negara buat dihadirkan dan memberikan perlindungan dalam proses sidang sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Tim Pemenangan Nasional (TPN) calon presiden-calon wakil presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD berencana menghadirkan kepala kepolisian daerah (Kapolda) dlaam sidang sengketa hasil Pilpres di MK. Akan tetapi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dilaporkan tidak memberikan izin buat sang Kapolda.

Menurut pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, buat mengurai persoalan itu sebaiknya MK bersikap tegas buat menggunakan kewenangannya membantu menghadirkan saksi dari lembaga negara dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

"Jadi saya setuju di mana pihak kepolisian enggak ada masalah. Iya secara normatif enggak ada masalah, tapi kan kita paham kalau persoalannya adalah korps dan ada relasi kuasa tentu saja dari atasan kepada bawahan, pasti bisa dipindah," kata Bivitri seperti dikutip dari program Obrolan Newsroom di Kompas.com, Rabu (20/3/2024).

Menurut Bivitri, jika MK menggunakan kewenangan buat memerintahkan seseorang hadir sebagai saksi di pengadilan maka perintah itu tidak bisa dibantah karena posisi mereka sebagai lembaga peradilan cukup tinggi dalam sebuah negara hukum.

Sebab jika permintaan buat menghadirkan saksi dari lembaga negara diajukan oleh kubu peserta Pilpres maka dianggap kurang mempunyai kedudukan hukum yang kuat.

"Mudah-mudahan sekarang Mahkamah Konstitusi lebih progresif yaitu dengan mengeluarkan surat dari MK sendiri meminta. Jadi enggak ada yang bisa bilang tidak karena kalau diperintahkan dari pengadilan harus ya, hukumnya begitu," ujar Bivitri.

Selain itu, kata Bivitri, MK juga sebenarnya bisa menggunakan kewenangannya buat memerintahkan memberikan perlindungan bagi saksi yang dihadirkan di persidangan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Pengadilan itu dalam sebuah negara hukum itu kan posisinya tinggi sekali. Jadi sebenarnya apapun yang mereka minta pada lembaga lain mesti dituruti. Tapi intinya memang harus ada upaya luar biasa dari Mahkamah Konstitusi sendiri," ucap Bivitri.

Penetapan dilakukan setelah rekapitulasi hasil penghitungan dan perolehan suara tingkat nasional dinyatakan selesai pada Rabu (20/3/2024) pukul 22.19 WIB.

Rekapitulasi meliputi perolehan suara di 38 provinsi dan 128 wilayah luar negeri.

Prabowo-Gibran dinyatakan menang atas dua pasangan calon lainnya dengan selisih cukup jauh.

Paslon nomor urut 2 ini dinyatakan memperoleh 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari seluruh suara sah nasional.

Sementara itu, pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengantongi 40.971.906 suara atau sekitar 24,95 persen dari seluruh suara sah nasional.

Pasangan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD memperoleh 27.040.878 suara atau sekitar 16,47 persen dari seluruh suara sah nasional.

Sejauh ini, kubu paslon 1 menyatakan menerima putusan KPU. Namun, mereka tetap akan menempuh jalur hukum lewat pengajuan gugatan ke MK.

Sama seperti paslon 1, paslon nomor urut 3 juga akan mengambil langkah serupa. Gugatan akan tetap diajukan walaupun selisih suara Ganjar-Mahfud terpaut jauh dari pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/21/11404281/mk-disebut-bisa-perintahkan-dan-lindungi-tni-polri-jadi-saksi-sengketa

Terkini Lainnya

UU KIA Disahkan, Ini Ketentuan Gaji Ibu Cuti 6 Bulan

UU KIA Disahkan, Ini Ketentuan Gaji Ibu Cuti 6 Bulan

Nasional
Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, PKB: Ya Bagus, Ketum PSI...

Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, PKB: Ya Bagus, Ketum PSI...

Nasional
Anggota Komisi V Yakin Basuki Bisa Gantikan Kinerja Kepala OIKN

Anggota Komisi V Yakin Basuki Bisa Gantikan Kinerja Kepala OIKN

Nasional
Ahli: Jalan Layang MBZ Belum Bisa Disebut Tol

Ahli: Jalan Layang MBZ Belum Bisa Disebut Tol

Nasional
KPK Benarkan 3 Saksi Harun Masiku Masih Satu Keluarga

KPK Benarkan 3 Saksi Harun Masiku Masih Satu Keluarga

Nasional
Usut Korupsi 109 Ton Emas, Kejagung: Emas yang Beredar Tetap Bisa Dijual di Antam

Usut Korupsi 109 Ton Emas, Kejagung: Emas yang Beredar Tetap Bisa Dijual di Antam

Nasional
Ahli Sebut Jalan Tol MBZ Seharusnya Datar, Bukan Bergelombang

Ahli Sebut Jalan Tol MBZ Seharusnya Datar, Bukan Bergelombang

Nasional
Pergantian Kepala Otorita IKN Dipertanyakan Puan, Dibela Anggota Komisi V DPR

Pergantian Kepala Otorita IKN Dipertanyakan Puan, Dibela Anggota Komisi V DPR

Nasional
KPK Geledah 7 Lokasi Terkait Kasus PT PGN, Amankan Dokumen Transaksi Gas

KPK Geledah 7 Lokasi Terkait Kasus PT PGN, Amankan Dokumen Transaksi Gas

Nasional
DPR Sahkan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, Ini 6 Poin Pentingnya

DPR Sahkan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, Ini 6 Poin Pentingnya

Nasional
Komentari Kebijakan Pemerintah Beri Konsesi Tambang untuk Ormas, Eks Menag Bilang Harus Berbasis 4 Nilai

Komentari Kebijakan Pemerintah Beri Konsesi Tambang untuk Ormas, Eks Menag Bilang Harus Berbasis 4 Nilai

Nasional
WNI Tanpa Visa Haji Ditangkap di Arab Saudi, Menag: Terbukti Sekarang Jadi Masalah

WNI Tanpa Visa Haji Ditangkap di Arab Saudi, Menag: Terbukti Sekarang Jadi Masalah

Nasional
Spesifikasi Beton Turun, Kekuatan Tol MBZ Disebut Hanya Tahan 75 Tahun

Spesifikasi Beton Turun, Kekuatan Tol MBZ Disebut Hanya Tahan 75 Tahun

Nasional
Beri Catatan untuk APBN 2025, Said Abdullah Ingin Masalah Hilirisasi dan Kemandirian Pangan Jadi Fokus Utama

Beri Catatan untuk APBN 2025, Said Abdullah Ingin Masalah Hilirisasi dan Kemandirian Pangan Jadi Fokus Utama

Nasional
DPR Dengar 100.000 Jemaah Umrah Belum Pulang, Diduga Mau Haji Colongan

DPR Dengar 100.000 Jemaah Umrah Belum Pulang, Diduga Mau Haji Colongan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke