Salin Artikel

Bawaslu Diminta Tak Kaku Menilai Dugaan Keberpihakan Jokowi pada Pilpres 2024

Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menganggap pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh memihak dalam masa kampanye, tidak cukup memenuhi unsur pelanggaran.

Namun, pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini tak sepakat.

"Kita tidak bisa melihat ini dalam konteks hanya an sich karena Bawaslu bilang begitu, maka kemudian itu tidak bisa disebut sebagai kampanye," kata Titi pada Minggu (28/1/2024).

Ia menegaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan pemaknaan yang detail terhadap asas jujur dan adil dalam penyelenggaraan pemilu, melalui putusan nomor 48/PUU-XVI/2018.

MK menyatakan, prinsip jujur dan adil dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menghendaki agar pemilu tidak saja dilaksanakan secara bebas, melainkan bahwa kebebasan dalam pemilu harus diletakkan dalam penyelenggaraan yang bebas dari manipulasi aturan, manipulasi pemilih, dan manipulasi penghitungan suara.

Sementara itu, "citra diri" yang termasuk salah satu unsur kampanye, juga mencakup gambar, visual, suara, hingga data, sehingga unsur-unsur itu seharusnya juga masuk ke dalam kerja pengawasan Bawaslu.

"Oleh karena itu, saya kira, karena prinsip jujur dan adil itu menghendaki arena kompetisi yang adil dan setara, dan konstruksi undang-undang itu menghendaki presiden dalam jabatan sebagai pejabat negara kalau dia tidak cuti, maka dia tidak boleh membuat tindakan apa pun yang menguntungkan/merugikan (peserta pemilu)," jelas Titi.

"Kalau pengawas pemilu menerjemahkan terlalu kompleks apa yang dimaksud dengan kampanye, bukan tidak mungkin bisa saja legalitas itu didapat, tapi legitimasi itu yang akan menjadi persoalan dari pemilu ini dan itu akan terus bergulir begitu," ungkap dia.

Jika situasi ini dibiarkan, Titi khawatir persoalan ini akan menjadi bom waktu yang kelak dipermasalahkan peserta pemilu lain yang merasa dirugikan dan menjadi sengketa/perkara perselisihan hasil pemilu di MK.

"Yakinlah ini akan selalu dicatat oleh masyarakat, dicatat oleh peserta pemilu sebagai perlakuan yang tidak adil, perlakuan yang tidak setara, yang diberikan oleh institusi negara. Di dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi soal perselisihan hasil pemilu, Mahkamah juga mengevaluasi pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh Bawaslu. Bukan tidak mungkin hal yang sama juga akan dilakukan evaluasi oleh Mahkamah Konstitusi terhadap apa yang dilakukan oleh Bawaslu," jelas Titi.

"Mestinya ini yang harus ditimbang betul oleh Bawaslu di dalam menilai keadilan dan kesetaraan kompetisi," imbuh dia.

Jokowi dukung Prabowo?

Setelah menyatakan akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 dan makan malam bersama capres nomor urut 2 Prabowo Subianto jelang debat ketiga, Jokowi baru-baru ini menegaskan bahwa seorang presiden boleh memihak kepada calon tertentu.

Hal itu disampaikan Jokowi saat ditanya perihal menteri-menteri yang berasal dari bidang nonpolitik malah aktif berkampanye saat ini.

Jokowi mengatakan, aktivitas menteri-menteri dari bidang nonpolitik itu bagian dari hak demokrasi.

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," ujar Jokowi didampingi Prabowo saat memberikan keterangan pers di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).

"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," kata dia.

Mantan Wali Kota Solo itu lantas menjelaskan, presiden dan menteri merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik.

Oleh karena itu, Jokowi berpandangan bahwa presiden dan menteri boleh berpolitik.

Pernyataan itu, sekali lagi, disampaikan di sisi Prabowo yang merupakan calon presiden pendamping putra sulungnya, Gibran Rakabuming (36).

Gibran memperoleh tiket pencalonan itu hasil pelanggaran etika berat eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga ipar Jokowi, Anwar Usman, yang mengabulkan gugatan pengagum Gibran agar syarat usia capres-cawapres tidak mutlak 40 tahun.

"Kami ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh," ujar dia.

Saat ditanya lebih lanjut soal bagaimana memastikan agar presiden tidak terlibat dalam konflik kepentingan ketika berkampanye dalam pemilu, Jokowi menegaskan, sebaiknya tidak menggunakan fasilitas negara.

Sementara itu, saat ditanya apakah dirinya memihak atau tidak dalam pemilu kali ini, Jokowi justru kembali bertanya kepada wartawan.

"Itu yang mau saya tanya, memihak enggak?" kata dia.

Dalam jumpa pers dua hari lalu, Jokowi kembali menegaskan bahwa dirinya hanya mengutip pasal dalam UU Pemilu yang mengatur bahwa presiden boleh berkampanye.

Sama seperti ASN

Titi Anggraini, menegaskan bahwa posisi presiden, jika tidak cuti, sama dengan aparatur sipil negara (ASN) pada tahun politik.

Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), presiden dan ASN sama-sama sebagai pejabat negara, yang dilarang berpihak atau menguntungkan dan merugikan salah satu peserta pemilu sebelum, saat, dan setelah masa kampanye.

"Posisi presiden dalam keadaan tidak cuti kampanye adalah bisa disamakan dengan posisi ASN yang wajib tidak berpihak. ASN saja dilarang pose menggunakan simbol atau gestur tertentu. Maka demikian pula dengan Presiden yang sedang melakukan tugas pemerintahan atau kenegaraan dan tidak sedang dalam keadaan cuti kampanye," jelas Titi kepada Kompas.com, Kamis (25/1/2024).

Pasal 299 dan 300 UU Pemilu memang membolehkan presiden dan wakil presiden terlibat dalam kampanye, asal cuti di luar tanggungan negara dan tak memakai fasilitas negara, kecuali yang bersifat melekat.

Dalam hal ini, jika Jokowi ingin berkampanye untuk peserta pemilu tertentu, maka ia harus melakukannya sebagai Jokowi, bukan sebagai presiden.

Hal ini pernah dicontohkan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono di akhir masa jabatannya jelang Pemilu 2014.

Ia turun gunung menjadi juru kampanye Partai Demokrat, tetapi ia mengajukan cuti sebagai presiden.

Di luar kapasitasnya selaku presiden, SBY berhak melakukan hal tersebut karena ia berstatus ketua umum partai.

"Kalau tidak menyatakan terbuka soal keberpihakan dan dukungan atas calon tertentu yang kemudian diikuti pilihan untuk mengajukan kampanye sesuai prosedur yang ada, maka tindakan Jokowi yang menggunakan kode-kode yang dalam penalaran wajar terasosiasi pada pasangan calon tertentu, sudah dapat dianggap sebagai melakukan pelanggaran Pemilu atas ketentuan Pasal 282 dan Pasal 283 UU Pemilu," jelas Titi.

"Kalau dia mau ada gestur (mendukung calon tertentu), sederhana, ya cuti dong. Kalau tidak cuti dan itu dilakukan, itu merupakan bagian dari pelanggaran. UU Pemilu kita sangat ketat mengukur ketidakberpihakan itu," tambah dia.

Pernyataan Jokowi baru-baru ini bahwa presiden boleh memihak, menurut Titi, sangat bias.

Titi menegaskan, yang boleh memihak adalah individu Jokowi "yang sedang menjabat dan kemudian mengambil cuti", bukan jabatan presiden itu sendiri.

"Kalau Jokowi yang sedang menjabat presiden, itu aturannya lain lagi. Itu yang tidak dijelaskan (Jokowi) dan bisa menjadi bias di dalam konstruksi UU Pemilu yang meminta semua elemen pejabat negara, pemerintah dan fungsional, dan ASN, itu tidak berpihak sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye," beber Titi.

https://nasional.kompas.com/read/2024/01/28/15432691/bawaslu-diminta-tak-kaku-menilai-dugaan-keberpihakan-jokowi-pada-pilpres

Terkini Lainnya

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi 'Online'

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi "Online"

Nasional
Pemerintah Putus Akses Internet Judi 'Online' Kamboja dan Filipina

Pemerintah Putus Akses Internet Judi "Online" Kamboja dan Filipina

Nasional
Upaya Berantas Judi 'Online' dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Upaya Berantas Judi "Online" dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Nasional
Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Nasional
Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku 'Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste'

Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku "Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste"

Nasional
Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Nasional
Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Nasional
2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

Nasional
TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi 'Online' Bisa Dipecat

TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi "Online" Bisa Dipecat

Nasional
Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Nasional
TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Satgas Judi 'Online' Akan Pantau Pemain yang 'Top Up' di Minimarket

Satgas Judi "Online" Akan Pantau Pemain yang "Top Up" di Minimarket

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke