JAKARTA, KOMPAS.com - Anwar Usman didesak mundur dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus hakim konstitusi buntut dikabulkannya uji materi syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menilai, keterlibatan Anwar dalam memutus uji materi nomor 90/PUU-XXI/2023 menyebabkan putusan perkara ini bermasalah.
“Anwar Usman untuk mundur sebagai Ketua MK dan Hakim Konstitusi. Kepemimpinannya justru menjadikan MK menjelma sebagai lembaga yang tidak independen, dan cenderung menjadi pendukung dari pemerintah dan/atau DPR,” kata peneliti PSHK, Violla Reininda, kepada Kompas.com, Rabu (18/10/2023).
Secara eksplisit, pemohon perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 menyebut sosok Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, dalam gugatannya. Pemohon khawatir Gibran tak bisa berlaga pada Pemilu Presiden 2024 karena terhalang syarat usia minimal capres-cawapres 40 tahun yang diatur UU Pemilu.
Sementara, Anwar merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo, sekaligus paman dari Gibran Rakabuming Raka, sosok yang digadang-gadang jadi cawapres.
PSHK menilai, keterlibatan Anwar dalam memutus uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 sarat akan konflik kepentingan.
Anwar dianggap melanggar Prinsip Ketidakberpihakan Sapta Karsa Hutama yang termaktub dalam Peraturan MK Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Menurut prinsip tersebut, hakim konstitusi harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan.
“Seharusnya, Ketua MK Anwar Usman menyatakan mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara a quo. Jika tidak mundur, MK akan terus sarat konflik kepentingan dan kepercayaan publik terhadap MK semakin terkikis,” ujar Violla.
Putusan MK yang mengabulkan uji materi nomor 90/PUU-XXI/2023 pun dinilai kental akan nuansa politik.
Sebab, para hakim sebelumnya menolak tegas permohonan pemohon nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 dengan alasan syarat capres-cawapres bukan merupakan persoalan konstitusional, melainkan open legal policy.
Namun, pada putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang secara substansi mempersoalkan hal yang sama, malah mengabulkan permohonan dan menambahkan syarat “berpengalaman sebagai kepala daerah” untuk seseorang maju sebagai capres atau cawapres.
Menurut PSHK, MK telah melakukan praktik cherry-picking jurisprudence untuk menafsirkan open legal policy. Ini amat berbahaya bagi kelembagaan dan legitimasi putusan MK.
“Nuansa politik yang kental sudah terlihat dalam permohonan pengujian undang-undang ini karena dilakukan untuk menyesuaikan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden agar memenuhi kualifikasi dalam mendorong Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra Presiden Joko Widodo,” kata Violla.
“Jika Anwar Usman tetap menjabat sebagai ketua dan hakim Konstitusi, maka kepercayaan terhadap MK akan terus menurun,” tutur Violla.
Sebelumnya diberitakan, MK mengabulkan gugatan uji materi nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedianya berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”
Lewat putusannya, Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
“Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah," ujar hakim Anwar Usman.
Dengan demikian, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Mahkamah menyatakan, putusan ini berlaku mulai Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Dengan berubahnya syarat usia capres-cawapres, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang digadang-gadang jadi cawapres bakal capres Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto, bisa maju ke panggung Pemilu 2024.
Sebab, meski masih berusia 36 tahun, putra sulung Jokowi itu telah mengantongi syarat berpengalaman sebagai kepala daerah.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/18/08310191/anwar-usman-didesak-mundur-dari-mk-buntut-putusan-syarat-capres-cawapres