Terungkapnya sosok Fredy Pratama bermula ketika pihak aparat keamanan menerima 408 laporan kasus narkoba sepanjang 2020 hingga 2023. Dari ratusan laporan itu, seluruhnya berkaitan dengan jaringan Fredy Pratama.
Dalam praktiknya, jaringan Fredy Pratama ternyata tidak hanya beroperasi di Tanah Air, tetapi juga melebarkan pangsanya hingga ke Malaysia bagian timur.
Tak ayal, terbongkarnya jaringan narkoba yang dikendalikan pria dengan nama samaran The Secret, Casanova, Airbag, dan Mojopahit ini sebagai pengungkapan terbesar Polri.
Kendati telah menyita aset senilai Rp 10,5 triliun, Polri hingga kini belum meringkus Fredy Pratama lantaran masih buron.
Di sisi lain, pengungkapan jaringan Fredy Pratama mengingatkan publik mengenai sosok gembong narkoba Freddy Budiman yang dieksekusi mati pada 29 Juli 2016.
Berikut ulasan selengkapnya mengenai sosok Freddy Budiman:
Awal karier di bisnis narkoba
Freddy Budiman pertama kali terlibat dalam bisnis narkoba terjadi pada Maret 2009.
Ketika itu, polisi menemukan sabu seberat 500 gram ketika menggeledah kediamannya di Apartemen Surya, Cengkareng, Jakarta.
Kepemilikan dan tindakan Freddy Budiman saat itu pun berbuah vonis penjara selama 3 tahun 4 bulan pada Maret 2009.
Kembali ditangkap
Setelah bebas, Freddy Budiman kembali berhadapan dengan aparat pada tahun 2011. Kali ini, dia ditangkap di Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Polisi menemukan barang bukti berupa heroin 300 gram, sabu 27 gram, dan bahan pembuat ekstasi 450 gram.
Kasus kepemilikan dan peredaran barang haram itu turut melibatkan anggota Polri berinisial Bripka BA, Kompol WS, AKP M, dan AKM AM.
Atas perbuatannya, Freddy Budiman divonis 9 tahun penjara dan harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.
Vonis mati
Lagi-lagi, Freddy Budiman tak juga jera meski sudah dijebloskan ke LP Cipinang. Di sini, Freddy Budiman semakin terjerembab dalam bisnis dunia gelap.
Dari balik jeruji besi LP Cipinang, Freddy Budiman justru malah semakin melebarkan jaringannya.
Tak tanggung-tanggung, Freddy Budiman terbukti mengorganisir penyelundupan 1.412.476 butir ekstasi dari China pada Mei 2012.
Perbuatan ini lah yang mengantarkan Freddy Budiman mendapat vonis pidana mati dari Pengadilan Negeri Jakarta pada 15 Juli 2013.
Keterlibatan BNN hingga Polri
Sebelum dieksekusi mati, Freddy Budiman pernah mengungkap keterlibatan anggota Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dikendalikannya.
Hal itu disampaikan Freddy Budiman kepada Koordinator Kontras saat itu, Haris Azhar.
Haris mengatakan, dirinya mendapat pengakuan Freddy Budiman ketika memenuhi undangan dari salah satu organisasi gereja yang aktif memberikan pendampingan rohani di LP Nusakambangan.
Kepada Haris, Freddy Budiman mengaku hanyalah operator penyelundupan narkoba dengan skala besar. Saat akan dibawa, Freddy Budiman menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai dan orang yang saya hubungin itu semuanya titip harga," ujar Haris mengulang cerita Freddy, di Kontras, Jakarta, Jumat (29/7/ 2016).
Adapun oknum, disebut meminta keuntungan dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.
"Karena saya bisa dapat 200.000 per butir. Jadi kalau hanya bagi rezeki Rp 10.000-Rp 30.000 ke masing-masing pihak dalam institusi tertentu, itu tidak masalah. Saya hanya butuh Rp 10 miliar barang saya datang," ucap Haris, menirukan Freddy Budiman.
"Dari keuntungan penjualan saya bisa bagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu," tambahnya.
Freddy Budiman juga mengaku kecewa terhadap penegak hukum yang tidak tersentuh. Pasalnya, dia telah memberikan puluhan miliar kepada oknum selama menyelundupkan narkoba.
"Kemana orang-orang itu? Saya sudah serahkan uang ke BNN Rp 40 miliar, Rp 90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri," aku Freddy Budiman.
Apalagi, lanjutnya, dia sempat menggunakan mobil jenderal TNI bintang dua saat membawa narkoba.
"Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun," pungkas Freddy Budiman.
Freddy pun dieksekusi mati pada 29 Juli 2016 sekitar pukul 20.00 WIB di LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Dia kemudian dimakamkan di Surabaya, Jawa Timur.
(Penulis: Diva Lufiana Putri, Rahel Narda Chaterine, Dian Maharani, Lutfy Mairizal Putra | Editor: Icha Rastika, Inten Esti Pratiwi, Rindi Nuris Velarosdela, Bayu Galih)
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/13/09492521/terbongkarnya-sindikat-narkoba-fredy-pratama-casanova-dan-sepenggal-kisah