Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penuntasan Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Jalan di Tempat

Kompas.com - 03/05/2017, 19:19 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Suwarjono, berpendapat bahwa lemahnya penegakan hukum menjadi penyebab utama meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Berdasarkan catatan AJI Indonesia, kasus kekerasan meningkat tajam sejak 2015 hingga 2016. Pada tahun 2014 tercatat ada 42 kasus kekerasan. Pada 2015, jumlahnya meningkat menjadi 44 kasus. Kemudian persentase kasus kekerasan naik hampir 100 persen pada 2016 yakni 78 kasus.

"Tidak ada satupun para pelaku yang diproses hukum. Adanya pembiaran itu maka kekerasan terus terjadi. Orang dengan mudah merampas bahkan menyerang jurnalis saat bertugas karena lemahnya penegakan hukum," ujar Suwarjono dalam sebuah sesi diskusi Hari Kebebasan Pers Sedunia, di Jakarta Convention Center, Rabu (3/5/2017).

(Baca: Menurut Wapres, Jaminan Keselamatan Jurnalis di Indonesia Lebih Baik)

Menurut Suwarjono, selama dua tahun terakhir tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diproses hingga tuntas. Praktik impunitas terus berjalan dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan polisi atau tentara sebagai pelakunya.

Dia mencontohkan kasus penyerangan sejumlah prajurit TNI Angkatan Udara Lanud Soewondo, Medan, kepada jurnalis saat meliput sengketa tanah antara TNI AU dan warga sekitar.

Kasus kekerasan lain terjadi pada 20 September 2016, Ghinan Salman (24), wartawan Radar Madura Biro Bangkalan dipukuli sejumlah pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Bangkalan.

(Baca: Jurnalis Tewas Ditembak Saat Udarakan Siaran Berita)

Suwarjono mengatakan, kedua kasus tersebut menjadi contoh aparat hukum bekerja dengan lambat, cenderung memacetkan proses hukum dan para pelaku kekerasan bebas dari hukuman.

"Selama dua tahun terakhir tidak ada yang diproses hingga tuntas," kata Suwarjono.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator AJI Medan Hendra Makmur memaparkan hingga saat ini tidak ada kejelasan proses hukum kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh sejumlah personel TNI AU Lanud Soewondo.

Menurut Hendra, pihak AJI Medan telah membuat laporan namun pihak Propam TNI tidak membuat berita acara perkara (BAP).

"Sampai sekarang tidak jelas kasusnya. Kami sudah lapor tapi tidak ada BAP-nya," ujar Hendra.

Kompas TV Merasa mendapati perlakukan tidak menyenangkan, Desi Fitriani dan Ucha Fernandez mendatangi Polres Jakarta Pusat. Dua wartawan media televisi Metro TV ini melapor atas dugaan tindak kekerasan fisik dan verbal saat meliput aksi 11 Februari di Masjid Istiqlal. Desi mengaku dipukul oleh sekelompok orang di lokasi aksi, begitu juga yang dialami juru kamera Ucha Fernandes. Ucha ikut menjadi korban pemukulan. Menerima laporan dugaan penganiayaan kepada wartawan, polisi segera melakukan penyelidikan. Kapolda Metro Jaya Irjen Muchamad Iriawan akan menindak pelaku kekerasan setelah mengumpulkan bukti-bukti. Menghalang-halangi dan melakukan tindak kekerasan terhadap para jurnalis saat bertuga adalah pelanggaran undang-undang. Sesuai dengan undang-undang no 40 tahun 1999 pasal 8 dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum. Dan bagi yang melanggar akan dikenai sanksi pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 Juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com