Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keteladanan Gus Dur Kian Relevan

Kompas.com - 27/03/2017, 19:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Keteladanan presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, kian relevan diamalkan para pemimpin masa kini. Keteladanan itu di antaranya berupa sikap kebangsaan, ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, persatuan, dan kebersamaan. Keteladanan Gus Dur itu kian relevan untuk menyikapi persoalan keagamaan dan kebangsaan.

Terkait dengan hal itu, Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Minggu (26/3), di Jakarta, mengatakan, PKB akan menyelenggarakan program Sekolah Kepemimpinan Gus Dur yang pada tahap pertama ini diikuti 150 kader. Becermin pada Gus Dur adalah tepat karena Gus Dur selain sebagai pendiri PKB juga bapak bangsa. "Sekolah kepemimpinan Gus Dur ini panjang. Nanti ada penugasan dan pengujian, jadi belum tentu lulus mudah," katanya.

Keteladanan Gus Dur yang relevan ini juga dikatakan para pembicara yang hadir dalam pembukaan Sekolah Kepemimpinan Gus Dur, yakni Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, cendekiawan Ignas Kleden, komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Siane Indriani, komisioner Ombudsman RI Ahmad Suaedy, dan Redaktur Pelaksana Kompas Mohammad Bakir.

Menurut Muhaimin, ketauhidan sebagai satu prinsip dasar kepemimpinan Gus Dur tampak pada sikap Gus Dur yang menjadikan agama sebagai spirit, bukan formalisasi. Agama tidak dipisahkan dalam segala bidang kehidupan, termasuk politik. Prinsip kemanusiaan, keadilan, persatuan, dan kebersamaan tampak jelas dicontohkan Gus Dur selama ia hidup. Prinsip lain adalah kesejahteraan.

"Prinsip kepemimpinan Gus Dur hendaknya menjadi cermin bagi para pemimpin daerah, anggota Dewan, hingga pimpinan DPC PKB di mana pun, agar mereka bisa membawa pembaruan, perubahan, dan kesejahteraan masyarakat. Saat ini, konservatisme merebak di mana-mana. PKB harus menjadi ujung tombak untuk menunjukkan bahwa Islam itu menyejukkan," ucap Muhaimin.

Ignas Kleden mencermati beberapa hal dalam diri Gus Dur. Pertama, ketokohan dan kepribadian. Gus Dur memiliki legitimasi sebagai cucu pendiri NU yang dididik seorang menteri agama pada masanya. Legitimasi itu kuat, tetapi ia tidak ingin menikmati status itu dan memilih belajar ke Mesir dan Baghdad.

Selain itu, lanjutnya, Gus Dur juga berperan sebagai tokoh masyarakat sipil yang turut mempraktikkan dan memperjuangkan HAM, hak politik kelompok minoritas, dan interaksi antaragama. Mendirikan partai politik adalah sebentuk kristalisasi dari gerakan sosial. Hal ketiga yang diberikan Gus Dur adalah warisan pembaruan yang mendesakralisasi kekuasaan politik, yakni bahwa politik bukan hanya urusan elite politik.

Sementara bagi Luhut, Gus Dur adalah pemimpin dengan visi kebangsaan yang luas. Ia belajar melihat negara ini dari Gus Dur yang selalu bicara tentang persatuan dan kesatuan. (IVV)
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Maret 2017, di halaman 5 dengan judul "Keteladanan Gus Dur Kian Relevan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com