JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi DKI Jakarta mempersilakan warga Nahdlatul Ulama (NU) untuk mengikuti unjuk rasa pada 4 November 2016.
Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta, Samsul Ma'arif mengatakan, tak bisa melarang warga NU yang akan melakukan unjuk rasa menuntut proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang dianggap menista agama.
Sebab, kata Samsul, unjuk rasa merupakan bentuk kebebasan berpendapat sebagai bagian dalam proses demokrasi.
(Baca: Jokowi Minta Tokoh Politik dan Agama Ikut Dinginkan Suasana Jelang Pilkada)
"Bisa jadi warga NU kebetulan punya keinginan yang sama untuk mendorong keseriusan pemerintah melakukan proses hukum. Kita tidak bisa melarang karena itu bagian demokrasi," kata Samsul saat konferensi pers di Kantor PWNU, Jakarta Timur, Rabu (2/11/2016).
Kendati membolehkan, Samsul mengatakan, warga NU tak diperkenankan untuk bertindak anarkistis saat unjuk rasa berlangsung.
Dia mempersilakan warga NU untuk mengikuti unjuk rasa dengan menjaga ketertiban, keamanan, dan menjunjung tinggi akhlakul karimah.
"Siapapun warga NU yang ikut unjuk rasa tetap menjaga ketertiban, keamanan, dan dengan akhlakul karimah. Termasuk, tidak menghina kepada orang lain," ujar dia.
Menurut Samsul, unjuk rasa yang ditujukan untuk menghina tidak sesuai dengan prinsip NU.
NU, kata Samsul, menghargai proses demokrasi di Indonesia yang dilakukan secara benar.
"Jadi dalam hal ini tidak dibenarkan demo itu menghina individu, agama, atau lembaga, atau partai politik. Kita tidak seperti itu," ucap Samsul.
(Baca: Ini Harapan Prabowo kepada Mereka yang Akan Unjuk Rasa 4 November)
Selain itu, Samsul juga meminta agar warga NU tidak menggunakan atribut NU dalam aksi unjuk rasa.
Sebab, NU secara kelembagaan tidak ikut serta dalam demonstrasi tersebut.
PWNU, kata Samsul, mengikuti arahan dari Pengurus Besar NU yang melarang penggunaan atribut sebagai simbol kelembagaan.
"(Larangan) ini mengacu kepada putusan PBNU. Saling melengkapi (dengan sikap PWNU) saya kira," tutur Samsul.