Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejanggalan Pernyataan Polisi Terkait Kasus Bom Bunuh Diri Mapolresta Solo Versi Komnas HAM

Kompas.com - 15/07/2016, 17:30 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA. KOMPAS.com - Tim Evaluasi Pemberantasan Terorisme Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai penanganan terorisme harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.

Begitu pula dalam menyampaikan informasi. Aparat berwenang harus memberikan informasi yang tidak menimbulkan kebingungan dan meresahkan publik.

Anggota tim evaluasi sekaligus Komisioner Komnas HAM, Hafid Abbas mengatakan pernyataan yang bisa membuat publik bingung terjadi saat penanganan insiden bom bunuh diri di halaman Markas Polres Surakarta, Selasa (5/7/2016). 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saat itu, Komisaris Jenderal Tito Karnavian (kini Kapolri dengan pangkat Jenderal) mengatakan teror bom bunuh diri di Mapolresta Solo tidak ada keterkaitan dengan serangan bom di Thamrin, Jakarta yang terjadi Januari 2016 lalu.

"Akan tetapi sehari sebelumnya di berbagai media lain muncul ulasan mengenai keterkaitannya dengan bom Thamrin karena Tito mengatakan bahwa bom bunuh diri di Mapolresta Solo memiliki kaitan dengan peristiwa penyerangan dan bom di Thamrin. Dua aksi itu dilakukan oleh dua jaringan yang terkait," ujar Hafid di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2016).

Menurut Hafid, penanganan kasus terorisme jangan dilakukan terburu-buru yang bisa berdampak pada penyampaian informasi yang membingungkan.

Hafid mengatakan, tim evaluasi mengikuti perkembangan dan menganalisis kasus ini. Tim kemudian menyimpulkan sosok Nur Rohman sudah diidentifikasi sebagai buronan sejak Tahun 2000. Kemudian diidentifikasi terkait juga dengan jaringan ISIS.

Artinya, kata Hafid, pelaku sudah bergabung dengan jaringan ISIS saat berusia 14 tahun atau dengan kata lain pelaku menjadi teroris saat duduk di bangku kelas 6 SD atau kelas 1 SMP.

Pasalnya, Nur Rohman diketahui lahir pada 1 November 1985. Sementara umumnya anak-anak masuk sekolah pada usia 7 tahun. Maka semestinya, pelaku dengan mudah dapat ditangkap dengan cara mendatangi sekolahnya. Selain itu, jaringan ISIS baru dinyatakan lahir pada 2013.

Hafid mengatakan secara sosiologis diketahui bahwa Nur Rohman merupakan penjual bakso keliling. Tingkat pendidikan dan pergaulannya pun amat terbatas. Namun tiba-tiba disebut bahwa pelaku menjadi bagian dari ISIS di Tanah Air.

"Kondisi ini perlu didalami lebih lanjut apakah orang-orang seperti ini menjadi terget prioritas ISIS dalam meluaskan jaringan di Indonesia," kata dia.

Maka dari itu, pihak berwenang perlu mengklarifikasi inkonsistensi informasi yang disampaikan ke masyarakat. Baik soal status pelaku sebagai anggota jaringan sejak kelas 6 SD atau kelas 1 SMP, serta penjelasan benar atau tidak ada keterkaitan pelaku dengan bom di Thamrin, Jakarta.

Menurut Hafid, konsistensi dan akurasi informasi amat diperlukan masyarakat agar penanganan kasus terorisme tetap menghormati due process law dan terbebas dari kesan penanganan yang menghalalkan segala cara.

"Dan terbebas dari kesan pencarian pemanfaatan momentum untuk mempercepat revisi undang-undang terorisme," kata dia.

Kompas TV Terjadi Ledakan di Area Mapolresta Surakarta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Basuki Bakal Putus Status Tanah IKN Usai Jadi Plt Kepala Otorita, Mau Dijual atau Disewakan

Nasional
Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

Pemerintah Lanjutkan Bantuan Pangan Beras, tapi Tak Sampai Desember

Nasional
Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Usai Geledah Kamar SYL

Saksi Sebut Penyidik KPK Sita Uang Miliaran Usai Geledah Kamar SYL

Nasional
PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

PAN Tak Masalah Tim Sinkronisasi Prabowo Hanya Diisi Orang Gerindra

Nasional
Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Istana Sebut Wakil Kepala Otorita IKN Sudah Lama Ingin Mundur

Nasional
Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Bambang Susantono Tak Jelaskan Alasan Mundur dari Kepala Otorita IKN

Nasional
Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Soal Tim Sinkronisasi Prabowo, PAN: Itu Sifatnya Internal Gerindra, Bukan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Survei Litbang "Kompas": 58,7 Persen Responden Anggap Penambahan Kementerian Berpotensi Tumpang-Tindih

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Survei Litbang “Kompas”: Jumlah Kementerian Era Jokowi Dianggap Sudah Ideal

Nasional
Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

Gus Yahya Sebut PBNU Siap Kelola Tambang dari Negara

Nasional
Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

Jokowi Tunjuk Basuki Hadimuljono Jadi Plt Kepala Otorita IKN

Nasional
Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

Pengamat: Anies Bisa Ditinggalkan Pemilihnya jika Terima Usungan PDI-P

Nasional
Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

Hadiri Kuliah Umum di UI, Hasto Duduk Berjejer dengan Rocky Gerung dan Novel Baswedan

Nasional
Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

Survei Litbang “Kompas”: 34 Persen Responden Setuju Kementerian Ditambah

Nasional
Putusan MA: Lukai Akal dan Kecerdasan

Putusan MA: Lukai Akal dan Kecerdasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com