Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agama dan Korupsi

Kompas.com - 20/06/2016, 17:06 WIB

Beberapa tahun lalu saya diminta menjadi pembicara dalam seminar tentang peran iman dan moral sebagai penangkal korupsi demi keberlanjutan pembangunan. Sungguh tidak mudah untuk merumuskan peran itu. Data yang ada menunjukkan bahwa agama atau iman ternyata tidak sepenuhnya mampu menangkal korupsi.

Survei Gallup (lembaga survei AS) beberapa tahun lalu di 40 negara dan 1.000 responden/negara menunjukkan bahwa makin miskin suatu negara, penduduknya menganggap makin penting peran agama di dalam kehidupan.

Untuk negara dengan PDB per kapita kurang dari 2.000 dollar AS, 99 persen berpendapat agama sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Di Indonesia dan sejumlah negara berkembang lain, kondisinya sama.

Di negara dengan PDB per kapita lebih dari 25.000 dollar AS, hanya 47 persen berpendapat seperti itu, kecuali di AS yang mencapai 65 persen.

Warga Denmark hanya 19 persen berpendapat seperti itu. Padahal, saat survei diadakan, Denmark negara paling  bersih dari korupsi dan Indonesia berada di peringkat ke-111. Negara Muslim lain, di bawah Indonesia.

Beberapa pertanyaan diajukan dalam TOR seminar. Pertama, mengapa seruan moral dan agama sebagai upaya pemberantasan korupsi sejauh ini tak juga berdampak tegas dan memuaskan?

Kedua, bagaimana memahami gejala korupsi yang terus meluas di tengah kuatnya gaung klaim berketuhanan dan keadilan sosial sebagai watak dasar bangsa ini?

Ketiga, jika pendidikan tetap dipandang penting sebagai sarana pemberantasan korupsi dari segi iman dan moral, substansi seperti apa yang diperlukan sebagai isi kurikulum untuk semua jenjang pendidikan?

Tipikor atau perilaku korup?

Kita harus membedakan tindak pidana korupsi (tipikor) dengan perilaku korup. Perilaku korup jauh lebih luas lingkupnya dibandingkan dengan tipikor dan jauh lebih banyak terjadi dalam kehidupan bernegara. 

Tipikor ialah pelanggaran hukum yang memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dengan bahasa dan logika hukum yang rumit yang sering kali menimbulkan beragam tafsir.

Berbagai jenis tindak kriminal yang mudah kita kenali dan terjadi di banyak lembaga negara kita biarkan dan dianggap lumrah karena tak mudah membuktikan secara hukum.

Contohnya, penurunan mutu bangunan akibat pemotongan dana dalam jumlah besar terhadap rekanan yang memperoleh proyek APBN/APBD.

Perilaku korup adalah pelanggaran yang mengakibatkan kenyamanan atau hak sesama warga terabaikan, terganggu, atau bahkan terampas. Juga merugikan negara dan masyarakat.

Salah satu perilaku korup yang sudah lama terjadi ialah membayar kepada pejabat di daerah tertentu untuk mengurus izin pembangunan mal, perumahan dalam skala besar. Juga praktik membayar kepala daerah untuk menjadi pejabat di kabupaten/kota atau kepada pejabat tertentu untuk menjadi direksi BUMN.

Praktik yang baru tumbuh beberapa tahun terakhir adalah mahar politik, yaitu menyewakan kendaraan partai untuk kepentingan menjadi calon dalam pilkada.

Perilaku korup lain yang sering terjadi ialah membayar pemilih untuk memilih partai atau tokoh tertentu dalam pemilu legislatif atau pilkada.

Selain itu, juga pembayaran kepada anggota KPU di beberapa daerah untuk membeli suara oleh salah satu calon yang dilakukan dengan mengambil suara calon lain dari satu partai. Jangan dilupakan adanya praktik membeli suara dalam kongres parpol, organisasi mahasiswa/pemuda, bahkan organisasi keagamaan tertentu.

Yang juga sering kita dengar ialah pembayaran kepada anggota DPR untuk memuluskan UU tertentu dan kepada anggota DPRD untuk meluluskan perda, seperti dilakukan Sanusi, anggota DPRD DKI yang sudah ditangkap KPK. Juga praktik pembayaran untuk memperoleh jatah proyek kepada anggota DPR/DPRD, seperti pada kasus Dewi Yasin Limpo.

Dulu, perilaku korup ini (sebenarnya ini tipikor) tidak terjangkau oleh lembaga penegak hukum, tetapi kini bisa tertangkap tangan karena adanya wewenang penyadapan oleh KPK.

Tipikor dan perilaku korup adalah masalah hilir dan pendidikan-termasuk pendidikan agama-adalah masalah hulu. Demikian juga dengan maraknya kekerasan seksual akhir-akhir ini. Pemberatan/peningkatan hukuman adalah masalah hilir dan pendidikan anti kekerasan adalah masalah hulu.

Menurut para ahli, pendidikan itu bertujuan menanamkan "kesadaran nilai", yang secara garis besar meliputi tiga hal. Pertama, pengetahuan dan pemahaman tentang nilai.

Kedua, penghayatan terhadap nilai-nilai. Ketiga, pengikatan diri secara sukarela (komitmen) terhadap nilai-nilai itu.

Kebanyakan sekolah/madrasah/pesantren terlalu memberi penekanan pada aspek pengetahuan, termasuk di dalamnya tentang nilai-nilai, dan pada saat yang sama mengabaikan pendidikan dalam hal penghayatan maknanya lebih mendalam sehingga anak-anak didik mau mengikatkan diri pada nilai itu.

Dalam pendidikan nilai, transformasi pemahaman menjadi tindakan harus melalui suatu proses yang panjang. Suatu  nilai etika tak secara otomatis dapat diejawantahkan ke dalam perilaku segera setelah nilai-nilai itu diajarkan kepada siswa.

Guru sering lupa bahwa siswa-siswa yang mereka ajar belum tentu benar-benar memahami nilai-nilai yang diajarkan, apalagi melakukan internalisasi nilai itu ke dalam penghayatan dan lalu muncul kesadaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Pelajari Peluang Duet Ridwan Kamil-Kaesang di Jakarta

Golkar Pelajari Peluang Duet Ridwan Kamil-Kaesang di Jakarta

Nasional
Jokowi Bertemu Ketum Parpol, Zulhas Usul Ridwan Kamil Jadi Cagub Jakarta

Jokowi Bertemu Ketum Parpol, Zulhas Usul Ridwan Kamil Jadi Cagub Jakarta

Nasional
Pabrik Narkoba Milik Pasutri di Medan Berencana Produksi 314.190 Butir Ekstasi

Pabrik Narkoba Milik Pasutri di Medan Berencana Produksi 314.190 Butir Ekstasi

Nasional
Jokowi Minta Pemda Riset 'Smart Agriculture'

Jokowi Minta Pemda Riset "Smart Agriculture"

Nasional
Kurs Rupiah Rp 16.300, Gubernur BI: Semua Baik, Stabil, Diapresiasi Presiden

Kurs Rupiah Rp 16.300, Gubernur BI: Semua Baik, Stabil, Diapresiasi Presiden

Nasional
PDI-P Gelar Sekolah Hukum untuk Kader, Mahfud MD Jadi Pengajar

PDI-P Gelar Sekolah Hukum untuk Kader, Mahfud MD Jadi Pengajar

Nasional
Staf Hasto Mengaku Dibentak Penyidik, KPK: Kami Menjunjung HAM

Staf Hasto Mengaku Dibentak Penyidik, KPK: Kami Menjunjung HAM

Nasional
Penyidik Disebut Bentak Staf Hasto PDI-P, KPK Siap Buka Rekaman CCTV

Penyidik Disebut Bentak Staf Hasto PDI-P, KPK Siap Buka Rekaman CCTV

Nasional
Antisipasi Kekeringan, Pemerintah Akan Pasang 20.000 Pompa Air di Kawasan Produsen Beras

Antisipasi Kekeringan, Pemerintah Akan Pasang 20.000 Pompa Air di Kawasan Produsen Beras

Nasional
Pasutri Pemilik Pabrik Narkoba di Medan Disebut Beli Bahan dari China lewat “Marketplace”

Pasutri Pemilik Pabrik Narkoba di Medan Disebut Beli Bahan dari China lewat “Marketplace”

Nasional
PKB Tegaskan Anies Tetap Harus Uji Kelayakan dan Kepatutan jika Maju Pilkada DKI

PKB Tegaskan Anies Tetap Harus Uji Kelayakan dan Kepatutan jika Maju Pilkada DKI

Nasional
Pastikan Jemaah Indonesia Terlayani Baik, Timwas Haji DPR Tinjau Situasi di Armuzna

Pastikan Jemaah Indonesia Terlayani Baik, Timwas Haji DPR Tinjau Situasi di Armuzna

Nasional
Timwas DPR RI Imbau Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Segera Kembali ke Tanah Air

Timwas DPR RI Imbau Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Segera Kembali ke Tanah Air

Nasional
Soal Harun Masiku Bisa Tertangkap dalam Seminggu, Direktur Penyidikan KPK: Itu Motivasi Pimpinan agar Fokus

Soal Harun Masiku Bisa Tertangkap dalam Seminggu, Direktur Penyidikan KPK: Itu Motivasi Pimpinan agar Fokus

Nasional
Masalah Kesehatan Haji Carut-marut, Anggota DPR Ini Usulkan Pembentukan Pansus Haji

Masalah Kesehatan Haji Carut-marut, Anggota DPR Ini Usulkan Pembentukan Pansus Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com