Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Air Mata di Sekitar Kematian Sukarno

Kompas.com - 20/06/2016, 11:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

"TITENANA, bocah iki dadhi kembange jagat! Ingat-ingatlah, anak ini akan jadi bunga dunia," ucap Raden Mas Panji Sumohatmojo sambil mengusap kepala seorang bocah ganteng yang sedang melahap singkong bakar kesukaannya. 

Bocah tangkas pemberani itu, bermata candramawa. Sebutan khas orang Jawa untuk kucing belang telon (berwarna tiga di bagian tubuhnya), yang diyakini memiliki kemampuan supranatural.

RMP Sumohatmojo adalah ayah Raden Mas Sumosuwoyo yang kelak jadi orangtua angkat bocah candramawa. Kakek sakti mandraguna Sumohatmojo, sejatinya bertalian darah dengan si bocah sampai pada Ki Ageng Pamanahan.

Sumohatmojo melalui Panembahan Senopati, raja Mataram pertama. Sedang bocah candramawa, bertalian darah dengan Pangeran Harya Mangkubumi.

Empat dekade sejak pertemuan sederhana itu, nubuat Sumohatmojo memang terbukti. Bocah candramawa berubah jadi sosok fenomenal yang dikagumi dunia, sebagai Sukarno.

Ia menjelma jadi pujaan jutaan manusia. Suaranya menggelegar-menohok kolonialisme dan kapitalisme. Kepercayaan dirinya membuncah ke seantero Asia-Afrika. Soviet dan Tiongkok menaruh harapan besar padanya.

Singa podium

Wajah dunia seketika berubah. Sukarno tampil di barisan terdepan menantang Amerika. Menampar wajah Paman Sam dengan Pancasila yang ia sampaikan dalam Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa ke XV, pada Jumat, 30 September 1960.

Di hadapan para pembesar negara-bangsa yang hadir di gedung PBB itu, Sukarno menyampaikan pidato sepanjang 47 halaman, berjudul "To Build the World Anew: Membangun Tatanan Dunia Baru". Pidato itu sarat tenaga perlawanan.

Pidato itu seolah mewakili suara jutaan manusia tertindas dari negerinya, bangsa Asia, dan juga Afrika. Pidato yang tak berteletele dan langsung menusuk jantung peradaban manusia pada paragraf keempatnya.

Mata para hadirin yang sebagian besar adalah presiden dari negara Eropa dan tentu Amerika, sontak kena colok oleh kobaran semangat yang ia gelorakan.

Saat itu, bahkan hingga kini, belum pernah ada lagi singa podium yang sanggup memaksa para penentu dunia mendengar suaranya yang menggelegar, dan meminta mereka melaksanakan manifesto yang ia bacakan. Ia seolah mengejewantah jadi pemimpin tunggal dunia.

Sukarno ditunjuk Allah untuk mengajari insan abad ini, arti penting sebuah kebangsaan yang tak melulu Indonesia, tapi bangsa manusia. Ia seolah menjelma "nabi" zaman baru.

Di bahunya dititipkan masa depan banyak manusia. Hanya padanya seorang. Dalam rangkaian hidupnya tersemat kebesaran dan kemuliaan. Harumnya menyebar ke seantero penjuru angin--bahkan hingga hari ini.

Mengenang Sukarno, saya teringat pada seorang kakek renta yang mendekam di bawah kolong salah satu jembatan di Jakarta. Kakek itu lupa namanya sendiri. Terpinggirkan. Terbuang dari peradaban.

Ya... pada derajat tertentu, manusia bisa begitu agung lagi mulia. Sedang pada derajat yang lain, ia bisa ternista, terhina, dan terhapus dari sejarah.

Air mata darah

Jumat hari ke sembilanbelas pada Juni 1970, hampir kelabu. Langit Jakarta adalah saksinya. Itulah pemungkas kejatuhan seorang lelaki paling perkasa di Negeri Khatulistiwa pada Abad-20--dari tampuk kepemimpinan yang diembannya selama 22 tahun.

Sukarno terbaring lemas tak berdaya. Sorot matanya pernah menembus jauh ke relung terdalam jutaan manusia yang ia bela. Kepalan tangannya telah memukul keras bangsa rambut jagung dan kulit kuning, hingga mereka lari dari sejarah penjajahan.

Bila sedang berbicara di hadapan lautan manusia yang riuh rendah, suaranya menggelegar membelah angkasa, membungkam mulut para pendengarnya.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Sejumlah anak-anak bermain dan mengamati detil patung baru Proklamator Ir Soekarno yang dipasang di situs Penjara Banceuy, Bandung, Jawa Barat, Minggu (10/5/2015).
Pada hari yang murung itu, ketampanan Sukarno lindap entah ke mana. Di wajah yang dulu kian memesona--terutama bagi kaum Hawa, terlihat berlubang di sana-sini. Tanda racun menjalar di sekujur tubuhnya yang pernah begitu bertenaga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com