Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tambahkan Hukuman Kebiri, Pemerintah Dianggap Gagal Cegah Kekerasan seksual

Kompas.com - 26/05/2016, 15:15 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

Kompas TV Hukuman Kebiri Akan Selektif â?? Dua Arah Eps 10 Bag 3.mp4

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) menilai bahwa penambahan ancaman pidana bagi pelaku kekerasan seksual menjadi indikasi lemahnya pemerintah menekan angka kejahatan.

Pada Rabu (25/5/2016) kemarin, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa ia telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu tersebut menambah ancaman pidana bagi pelaku yang menyetubuhi atau mencabuli lebih dari 1 anak, atau pelaku yang telah dihukum untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak sebelumnya.

Selain itu, ada ancaman hukuman tambahan berupa kebiri, rehabilitasi, dan pemasangan chip kepada pelaku.

Koordinator Reformasi Sistem Peradilan Pidana MaPPI FHUI, Anugerah Rizki Akbari, mengatakan, pencegahan kekerasan seksual secara komprehensif tidak cukup dengan menambah ancaman pidana.

Solusi menaikkan ancaman pidana menunjukkan pemerintah gagal untuk menciptakan lingkungan aman dan nyaman untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.

"Dengan demikian pemerintah memilih untuk menakut-nakuti warganya dengan ancaman pidana tinggi," ujar Rizky melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Kamis (26/5/2016).

Rizky mengatakan, kebijakan menambah ancaman pidana selalu jadi kebijakan populis di berbagai negara.

Akan tetapi, tidak menjawab dan menyelesaikan akar permasalahan terjadinya suatu tindak pidana.

Efek jera yang selalu didengung-dengungkan sebagai alasan memperberat pidana dianggap tak didasarkan pada data yang jelas, valid, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Pemerintah, kata Rizky, tidak pernah melakukan evaluasi mengenai efektivitas pengenaan sanksi pidana dalam UU Perlindungan Anak.

Selain itu hingga saat ini, tidak ada satu pun data pemerintah yang bisa mengonfirmasi bahwa Indonesia dalam keadaan darurat kejahatan seksual terhadap anak. 

"Tinggi-rendahnya angka kejahatan akan sangat bergantung pada kemampuan penegak hukum untuk melakukan pencatatan perkara yang ditanganinya," kata Rizky.

Hal senada juga diutarakan oleh Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin. 

Menurut dia, penerapan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dinilai tidak mampu mengubah mental pelaku kekerasan seksual.

Perppu tersebut, kata Mariana, dibuat hanya untuk menakuti namun tidak menyelesaikan masalah.

"Saya melihat Perppu itu masih konvensional dan kolot. Belum ada sesuatu yang baru. Ini kan seperti membuat UU hanya untuk menakuti orang, bukan menyelesaikan persoalan kekerasan seksual, bukan cara berpikir yang sejalan dengan revolusi mental," ujar Mariana, saat dihubungi secara terpisah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com