Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Todung: Pemerintah Jokowi Harus Berani Buka Kebenaran Peristiwa 1965

Kompas.com - 18/04/2016, 19:08 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara senior sekaligus aktivis HAM Todung Mulya Lubis mengatakan, jika Pemerintah serius ingin menuntaskan kasus 1965, maka upaya yang harus dilakukan adalah mencari kebenaran dan keadilan sebelum proses rekonsiliasi.

Menurut Todung, apapun rekomendasi yang dihasilkan dari Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, entah itu jalur yudisial maupun non yudisial, Pemerintah harus mengakui adanya pelanggaran HAM dan stigma negatif terhadap orang-orang yang dituduh PKI.

"Bukan soal berapa banyak korban, tapi adanya pengakuan bahwa telah ada yang terbunuh, ditangkap tanpa proses pengadilan. Banyak orang yang tidak berkaitan dengan PKI kehilangan kebebasan dan kewarganegaraannya," ujar Todung saat memberikan keterangan dalam Simposium Nasional "Membedah Tragedi 1965" di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2016).

Todung mengatakan, Pemerintah Joko Widodo harus berani membuka kebenaran terkait tragedi 1965 secara luas. (baca: Asvi Warman: Presiden Harus Minta Maaf atas Kasus Pasca-1965)

Pasalnya, menurut Todung, pascaperistiwa G 30 S, banyak orang yang sebenarnya tidak berkaitan dengan PKI, tetapi ikut kehilangan kebebasan dan kewarganegaraannya.

Tidak sedikit juga yang ditahan tanpa proses pengadilan, bahkan diasingkan ke Pulau Buru. (baca: Soal Peristiwa 1965, Sintong Tantang Buktikan jika Korban di Jateng 100.000 Orang)

Ia mengatakan, Indonesia bisa mencontoh Jerman yang dengan besar hati mengaku dan menyesal pernah membunuh kaum Yahudi sebagai bagian dari sejarah kelam mereka.

"Apa yang ingin kita lakukan setelah simposium? Mencari kebenaran sejarah. Pembelajaran sejarah ini penting untuk perjalanan Indonesia ke depannya agar bisa sejajar dengan negara-negara maju lainnya," kata Todung.

(baca: Selain ke Korban 1965, Pemerintah Juga Diminta Rehabilitasi Nama Soekarno)

Sementara itu, dalam pembukaan Simposium, Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan menegaskan bahwa Pemerintah tidak berencana meminta maaf terkait kasus peristiwa kekerasan 1965.

(baca: Soal Peristiwa 1965, Luhut Tegaskan Pemerintah Tak Akan Minta Maaf)

"Kami tidak sebodoh itu. Jangan ada pikiran Pemerintah akan minta maaf ke sana atau ke sini. Kami tahu apa yang kami lakukan yang terbaik untuk bangsa ini," ujar Luhut.

Simposium nasional tersebut diprakarsai oleh oleh Dewan Pertimbangan Presiden, Komnas HAM, Forum Solidaritas Anak Bangsa (FSAB), dan didukung oleh Luhut.

Rencananya, Simposium Nasional dirancang sebagai dialog awal antara pemerintah dan korban untuk merumuskan pokok pikiran menuju rekonsiliasi nasional.

Kompas TV Tragedi 65, Luhut: Tak Terpikir untuk Minta Maaf
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Istri Ungkap SYL Suka Marah jika Ia Masih Beli Tas

Istri Ungkap SYL Suka Marah jika Ia Masih Beli Tas

Nasional
Brimob Keliling Kejagung Disebut Rangkaian dari Penguntitan Jampidsus

Brimob Keliling Kejagung Disebut Rangkaian dari Penguntitan Jampidsus

Nasional
KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi di PT PGN

KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi di PT PGN

Nasional
KPK Panggil Pengacara Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

KPK Panggil Pengacara Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

Nasional
Kejagung Serahkan Anggota Densus 88 Penguntit Jampidsus ke Propam Polri

Kejagung Serahkan Anggota Densus 88 Penguntit Jampidsus ke Propam Polri

Nasional
Surya Paloh Disebut Tetap Meminta Organisasi Sayap Nasdem Lanjutkan Kegiatan yang Didanai Kementan

Surya Paloh Disebut Tetap Meminta Organisasi Sayap Nasdem Lanjutkan Kegiatan yang Didanai Kementan

Nasional
Menpan-RB Apresiasi Perbaikan Pelayanan Proses Bisnis Visa dan Itas Kemenkumham

Menpan-RB Apresiasi Perbaikan Pelayanan Proses Bisnis Visa dan Itas Kemenkumham

Nasional
Beda Keterangan SYL dan Istrinya soal Durian

Beda Keterangan SYL dan Istrinya soal Durian

Nasional
Kejagung: Jampidsus Dikuntit Anggota Densus 88 Fakta, Bukan Isu

Kejagung: Jampidsus Dikuntit Anggota Densus 88 Fakta, Bukan Isu

Nasional
Cuaca Arab Saudi Tembus 43 Derajat Celsius, Jemaah Haji Indonesia Diimbau Gunakan Masker

Cuaca Arab Saudi Tembus 43 Derajat Celsius, Jemaah Haji Indonesia Diimbau Gunakan Masker

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Saksi Golkar dari Ambon Hilang Kontak Jelang Terbang ke Jakarta

Sidang Sengketa Pileg, Saksi Golkar dari Ambon Hilang Kontak Jelang Terbang ke Jakarta

Nasional
Benarkan Isu Penguntitan, Jampidsus: Sudah Jadi Urusan Kelembagaan

Benarkan Isu Penguntitan, Jampidsus: Sudah Jadi Urusan Kelembagaan

Nasional
Bertambah, Kerugian Keuangan Negara Kasus Korupsi Timah Jadi Rp 300 Triliun

Bertambah, Kerugian Keuangan Negara Kasus Korupsi Timah Jadi Rp 300 Triliun

Nasional
Dukung Optimalisasi Bisnis Lewat Energi Terbarukan, Pertamina Hulu Rokan Bangun PLTS Terbesar di Indonesia

Dukung Optimalisasi Bisnis Lewat Energi Terbarukan, Pertamina Hulu Rokan Bangun PLTS Terbesar di Indonesia

Nasional
Wabendum Nasdem Ungkap Pernah Bertemu 3 Petinggi Partai di Kementan

Wabendum Nasdem Ungkap Pernah Bertemu 3 Petinggi Partai di Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com