SOLO, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan bahwa keberadaan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri masih dibutuhkan untuk memerangi terorisme di Indonesia.
Hal itu disampaikan Tito di tengah isu permintaan untuk membubarkan Densus 88 terkait kematian Siyono, warga Klaten yang diduga meninggal saat ditangkap Densus 88 beberapa waktu lalu.
Sejumlah pihak menilai bahwa perlakuan anggota Densus 88 arogan dan membahayakan keselamatan warga yang statusnya masih terduga teroris.
Saat menghadiri acara diskusi pencegahan paham radikal terorisme dan ISIS di kalangan Imam Masjid dan Dai Muda se-Jawa Tengah di Solo, Jawa Tengah, Kamis (31/3/2016), Tito menyatakan bahwa negara masih memerlukan badan dan satuan pemberantas terorisme.
"Densus 88 dan BNPT masih dibutuhkan masyarakat Indonesia untuk melindungi dari aksi terorisme dan tidak ada dukungan atau bantuan dana dari luar negeri, yang ada hanya pelatihan," kata Tito kepada wartawan di Solo, Jawa Tengah, Kamis (31/3/2016).
Mantan Kepala Densus 88 tersebut menambahkan bahwa detasemen itu masih terus bekerja keras dalam mengungkap sejumlah kasus terorisme.
Dalam dialog tersebut, mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi menyoroti peran media massa dalam penyiaran aksi penggerebekan teroris.
"Saya menyarankan supaya proses pencarian, penggrebekan, itu tidak perlu diekspose karena diekspose itu untuk apa?" kata Hasyim.
Menurut Hasyim, penanganan terorisme di Indonesia seharusnya dilakukan sejalan dengan budaya Indonesia. Pendekatan yang dilakukan diarahkan pada cara-cara yang manusiawi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.