Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Fahri Hamzah, JK Seharusnya Tak ke China Sebelum Ada Permintaan Maaf

Kompas.com - 23/03/2016, 13:13 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik Wakil Presiden Jusuf Kalla yang bertolak ke China untuk menghadiri Boao Forum for Asia Annual Conference.

Padahal, Fahri menilai, ketegangan diplomasi antara Indonesia dan China pascainsiden di perairan Natuna belum usai. China belum menyampaikan permintaan maafnya atas insiden itu. (Baca: Penangkapan Pencuri Ikan di Natuna "Diganggu" Kapal China)

"Jangan main pergi saja. Indonesia harus gunakan kartu diplomatiknya dalam bersikap. Jangan kita yang seolah-olah butuh," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Harusnya, kata Fahri, pemerintah terlebih dulu memanggil duta besar China untuk Indonesia. Pemerintah harus meminta penjelasan kenapa kapal costguard China menghalang-halangi kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan yang hendak menangkap kapal pencuri ikan berbendera China di perairan Natuna.

Jika memang bersalah, China juga harus menyampaikan permintaan maafnya. (baca: KSAL: Sesuai Radar, Kapal China Masuk ke Wilayah Indonesia)

"Biarkan dia minta maaf dulu. Jangan kita main pergi saja mentang-mentang kita perlu China," kata Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.

Fahri menyadari hubungan Indonesia dan China selama ini sudah berjalan cukup baik. Salah satunya dapat dilihat dari pinjaman uang hingga kerja sama pembangunan proyek kereta cepat dari negeri tirai bambu tersebut.

Namun, Fahri meminta Indonesia tidak menggadaikan kehormatannya. (baca: Pimpinan Komisi I: China Ingin Caplok Wilayah Indonesia)

"Uang soal lain, tapi kehormatan dan kedaulatan lebih utama. Kita punya harga diri dengan negara lain. Jadi selesaikan dulu, ada permintaan maaf dulu," kata dia.

Pemerintah Indonesia sudah melayangkan nota protes kepada Pemerintah China untuk menyikapi kasus tersebut.

Ada tiga sikap Indonesia yang disampaikan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi kepada China. (Baca: Layangkan Nota Protes ke China, Indonesia Sampaikan Tiga Hal)

Pertama, Indonesia memprotes pelanggaran yang dilakukan kapal keamanan laut China terhadap hak berdaulat atau yurisdiksi Indonesia di kawasan zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan di landas kontinen.

Kedua, Indonesia memprotes pelanggaran terhadap upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat Indonesia di wilayah ZEE dan di landas kontinen.

Ketiga, Indonesia memprotes pelanggaran terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia oleh kapal keamanan laut China. (Baca: Susi Merasa China Langgar Komitmen untuk Berantas IUU Fishing)

"Sekaligus juga saya tekankan mengenai pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982," ujar Retno.

"Saya sampaikan sekali lagi bahwa Indonesia bukan merupakan claimant state (negara yang bersengketa) atas konflik yang ada di Laut China Selatan," kata Retno.

(Baca: Ketegangan RI dan China di Laut China Selatan, Jepang Ikut Bicara)

Nota protes tersebut disampaikan secara tertulis kepada kuasa usaha sementara Kedubes China di Jakarta karena Dubes China untuk Indonesia, Xie Feng, sedang berada di negara asalnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com