Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan Mencatat 16.217 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan pada 2015

Kompas.com - 07/03/2016, 17:45 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengeluarkan Catatan Tahunan (Catahu) 2016.

Catatan ini diluncurkan setiap tahun bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional 8 Maret, dan mencatat beragam kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang 2015.

"Dari sisi pola, bentuk dan angka, kekerasan terhadap perempuan semakin meluas," ujar Ketua Komnas Perempuan, Azrianan, di kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Senin (7/3/2016).

Data Komnas Perempuan menunjukkan, sepanjang 2015 kekerasan tidak hanya terjadi di wilayah domestik, melainkan telah meluas di berbagai ranah termasuk di wilayah publik.

"Ini ada kaitannya dengan peraturan daerah yang diskriminatif, peristiwa intoleransi agama, kebijakan hukuman mati, penggusuran, konflik politik," kata Azriana.

Menurut penuturan Azriana, persoalan kekerasan perempuan bisa dibagi dalam 3 ranah, yakni wilayah relasi personal, komunitas dan negara.

Berdasarkan jumlah kasus yang didapat dari 232 lembaga mitra Komnas Perempuan di 34 provinsi, terdapat 16.217 kasus yang berhasil didokumentasikan.

Kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol kekerasan terjadi di ranah personal. Catahu 2016 menunjukkan terjadi kenaikan data jenis kekerasan seksual di ranah personal dibanding tahun sebelumnya, yakni 11.207 kasus.

Di ranah komunitas, terdapat 5.002 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 1.657 kasus di antaranya jenis kekerasan seksual.

Temanya pun meluas, yakni pekerja seks online, mucikari, selebriti pekerja seks, cyber crime, biro jodoh yang dinilai berkedok syariah, dan penyedia layanan perkawinan siri.

Sementara di ranah negara, aparat negara masih menjadi pelaku langsung atau melakukan pembiaran pada saat peristiwa pelangaran HAM terjadi.

Komnas Perempuan mencatat ada 8 kasus yang melibatkan negara. Di antaranya 2 kasus pemalsuan akta nikah di Jawa Barat dan 6 kasus lainnya terjadi di Nusa Tenggara Timur terkait perdagangan orang atau trafficking.

Pada kasus pelanggaran HAM masa lalu, terdapat kekerasan seksual dan stigmatisasi terhadap perempuan yang masih berlangsung hingga kini.

"Melihat fakta-fakta tersebut, penting bagi negara untuk hadir secara maksimal, terlibat dalam hal pencegahan, penanganan serta tindakan strategis untuk menjamin rasa aman korban," ucap Azrianan.

Sebagian besar data yang terdapat pada Catahu 2016 ini bersumber dari pengaduan yang berasal dari pengaduan korban ke lembaga-lembaga negara, organisasi pendamping korban, maupun pengaduan langsung ke Komnas Perempuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com