Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tax Amnesty" Justru Dianggap Beri "Angin Segar" untuk Pengemplang Pajak

Kompas.com - 20/02/2016, 18:49 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro, menentang penerapan tax amnesty atau pengampunan pajak di Indonesia.

Jika hal itu diberlakukan, maka pengemplang pajak diyakini akan semakin enggan membayar pajak.

"Kalau Indonesia melakukan tax amnesty, orang akan berpikir, 'Nanti akan ada tax amnesty, ngapain bayar pajak lagi'. Nanti malah memanfaatkan," ujar Setyo di Jakarta, Sabtu (20/2/2016).

Setyo mengatakan, sejumlah pihak berharap dengan adanya pengampunan pajak di Indonesia maka keuangan negara bisa bertambah.

Namun, kata dia, pengemplang pajak akan memanfaatkannya sebagai keuntungan. Justru yang dirugikan ialah orang-orang yang rajin membayar pajak.

"Justru mereka yang patuh terhadap pajak mengalami disintensif. Karena pengemplang pajak dikasih amnesty, mereka yang bayar pajak dengan baik lebih rugi," kata Setyo.

Menurut Setyo, masyarakat awam kini pun sudah mengetahui modus menyimpan kekayaan di luar negeri untuk menghindari pajak. Dengan pengelakan itu, maka kekayaan yang diduga dari hasil korupsi pun akan tertutupi.

Terlebih lagi jika Undang-Undang Pengampunan Pajak dihidupkan. Kata Setyo, koruptor bisa dengan bebas melarikan hartanya ke luar negeri dan hanya dibebankan pengampunan pajak.

"Tren ini perlu dilihat ke depan karena kita kan dapat clue bahwa kemungkinan para koruptor akan makin canggih menyembunyikan dana biar tidak terdeteksi," kata Setyo.

RUU Pengampunan Pajak termasuk salah satu dari 40 RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas untuk tahun 2016.

Pemerintah berupaya untuk mendorong penerimaan dengan mengusulkan RUU Pengampunan Pajak, agar dana para Wajib Pajak yang berada di luar negeri bisa dilaporkan kembali ke Indonesia dan dipungut pajaknya.

Dalam RUU tersebut, Wajib Pajak tetap harus diwajibkan membayar pokok pajak termasuk bunga dan denda akibat keterlambatan dalam membayar pajak. Namun, pemerintah akan menghapus sanksi pidana perpajakan.

Menurut penghitungan sementara, kebijakan tax amnesty ini bila diterapkan selama setahun penuh bisa menambah kas negara dari penerimaan pajak hingga Rp 60 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com