"Selain untuk kepentingan pribadi, dana aspirasi sangat mungkin dimaksudkan untuk mengembalikan modal politik anggota Dewan selama kampanye Pileg 2014 lalu," ujar Taher, melalui siaran pers, Kamis (18/6/2015).
Taher mengatakan, bisa saja penerima dana aspirasi bukan masyarakat di daerah, namun mengalir ke partai dan para tim sukses yang mendukung anggota Dewan tersebut masuk ke Senayan. Selain itu, ia juga mempertanyakan mekanisme pertanggungjawaban penggunaan dana aspirasi tersebut.
"Tidak jelas pula asal muasal hingga muncul angka Rp 20 miliar per anggota Dewan," kata Taher.
Menurut Taher, tanpa adanya aturan jelas dan pengawasan ketat, kucuran dana aspirasi berpotensi menimbulkan praktik korupsi. Dana Aspirasi dikhawatirkan hanya akan menambah jumlah koruptor di DPR dan menyebarkan praktik manipulatif dan korupsi di daerah. Jika dana aspirasi diloloskan oleh pemerintah dan DPR, maka cara tersebut kemungkinan besar ditiru oleh anggota DPD dan DPRD.
"Mereka juga akan menuntut hal yang sama (dana aspirasi) dengan yang diterima oleh anggota DPR," kata Taher.
Oleh karena itu, Taher mendesak DPR untuk menghentikan gagasan dana aspirasi yang dianggap tidak sesuai aspirasi rakyat. Selain itu, pemerintah juga didorong menaikkan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016 untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.