Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi Hanura Tidak Sependapat soal Uji Materi Penguatan Sistem Presidensial

Kompas.com - 10/03/2015, 17:33 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui anggota Komisi III DPR Syarifuddin Sudding, meminta Hakim Konstitusi untuk menolak permohonan uji materi yang bertujuan sebagai penguatan sistem presidensial. Sudding mengatakan, DPR harus tetap dilibatkan dalam pengangkatan dan pemberhentian kepala Polri dan panglima TNI.

"Dalam presidensial, eksekutif adalah tunggal, namun sebagai konsekuensi negara hukum modern, ada konfigurasi saling kontrol. Check and balances adalah prosedur untuk pengawasan publik melalui lembaga perwakilan," ujar Sudding saat memberikan keterangan dalam sidang pleno di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (10/3/2015).

Menurut Sudding, dalam penyelenggaraan negara yang terbagi dalam 3 kekuasaan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif, diperlukan saling kontrol antara satu lembaga dengan yang lainnya. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi absolutisme, atau keputusan sewenang-wenang.

Politisi dari Partai Hanura ini menambahkan, pengawasan terhadap eksekutif oleh DPR diperlukan untuk membatasi kekuasaan eksekutif, agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan wewenang. Selain itu, menurut Sudding, seluruh aspek kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan rakyat, haruslah melalui persetujuan perwakilan rakyat dalam bentuk parlemen.

Sudding menilai, persetujuan dari legislatif itu untuk menjaga agar pemilihan pejabat negara dapat akuntabel. Ia mengatakan, campur tangan DPR dalam pengangkatan dan pemberhentian kepala Polri dan panglima TNI adalah varian dari pengawasan DPR.

"Pelibatan DPR untuk menyetujui atau tidak, dapat disebut sebagai hak konfirmasi DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang mengawasi kinerja pejabat, agar sesuai konstitusi," kata Sudding.

Gugat di MK

Untuk informasi, sebanyak lima orang pemohon sebelumnya mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang No 2 Tahun  2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada Pasal 11 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5, kemudian Undang-Undang No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, pada Pasal 13 ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5 ayat 6, ayat 7, ayat 8, dan ayat 9, serta Undang-Undang Pertahanan Negara Nomor 3 Tahun 2002.

Pada intinya, pemohon menganggap pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi,"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar".

Pemohon menilai, seharusnya Presiden diberikan hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan kepala Polri dan panglima TNI. Namun, jika dalam hal itu Presiden harus meminta persetujuan cabang kekuasaan lainnya, seperti persetujuan DPR, hal itu dianggap sebagai pemasungan terhadap hak prerogatif Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com