Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratna: Saya Tidak Pernah Dipaksa BW

Kompas.com - 26/01/2015, 13:58 WIB

PANGKALAN BUN, KOMPAS — Ratna Mutiara (52), saksi dalam kasus sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010, mengaku tidak pernah dipaksa Bambang Widjojanto untuk memberikan keterangan palsu saat persidangan di Mahkamah Konstitusi.

"Saya hanya pengurus yasinan dan saya mendapat info dari masyarakat. Apa yang saya dengar, saya lihat, dan rasakan, ya, saya sampaikan," kata Ratna di rumahnya, di Desa Kebun Agung, Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Minggu (25/1/2015).

Seperti diberitakan Kompas, Sabtu (24/1/2015), Ratna diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dakwaan memberikan keterangan palsu di MK. Pada 16 Maret, Ratna divonis lima bulan penjara.

Terkait dengan kesaksian Ratna itulah, Jumat kemarin, polisi menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) karena diduga menyuruh saksi menyampaikan keterangan palsu dalam persidangan di MK untuk kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat.

Saat itu, Ratna bersama 67 orang bersaksi untuk pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto. Bambang Widjojanto kala itu menjadi pengacara pasangan Ujang-Bambang.

Dalam kesaksiannya di MK, Ratna menginformasikan ada pembagian uang dan semacam ijazah berisi janji yang dilakukan pasangan Sugianto Sabran-Eko Soemarno. Pasangan ini, oleh KPU Kotawaringin Barat, ditetapkan sebagai pemenang pilkada. "(Pemberian uang) itu tidak saya lihat. Ijazah itu saya lihat langsung, tetapi saya tidak dapat," ujarnya.

Hal itulah, lanjut Ratna, yang membuat kesaksiannya di MK digugat pasangan Sugianto-Eko karena dinilai palsu. Terkait vonis yang diterimanya selama lima bulan, Ratna mengatakan, masa lima bulan itu adalah masa selama dia menjalani proses persidangan. "Jadi, lima bulan itu sampai sidang titik ketuk palu. Di situ, saya bebas," katanya.

Ratna mengatakan, dirinya tak mengajukan pembelaan karena enggan kasus itu menjadi berlarut-larut. "Lebih baik saya mengalah, saya ikhlas. Jaksanya juga mengatakan kalau ibu ikhlas menerima yang sekarang ini mudah-mudahan Tuhan membela ibu sampai kapan pun," ujarnya. Ratna menjalani persidangan pada Oktober 2010 hingga Maret 2011.

Ditanya mengenai apakah dalam putusan itu disebutkan bahwa Bambang Widjojanto mengarahkan dirinya untuk memberi kesaksian palsu, Ratna menjawab, "Tidak ada. Saya tidak dipaksa (Bambang)."

Beberapa hari sebelum bersaksi di MK, Ratna mengaku bersama 67 saksi lain dikumpulkan di sebuah rumah makan. "Saat itu, hanya disampaikan apa yang didengarkan, dirasakan, dilihat, itulah yang dijawab," katanya.

Ratna tidak mengetahui siapa nama dan peran orang yang menyampaikan nasihat itu karena saat itu ada banyak orang, termasuk dari Komnas HAM, ajudan calon bupati Ujang Iskandar-Bambang Purwanto, dan anggota LBH. "Sebagai saksi, kami diminta jangan sembarangan ngomong karena disumpah di bawah kitab suci," katanya.

Ratna Mutiara bersama Samlawi (57), suaminya, sehari-hari bekerja sebagai petani karet. Mereka datang ke Kalimantan Tengah mengikuti program transmigrasi pada 1990. Orangtua dari Aris (30), Angga (24), dan Desi (20) itu kini hidup di rumah kayu berukuran 10 meter x 12 meter, yang berada sekitar 70 kilometer dari Pangkalan Bun, ibu kota Kotawaringin Barat.

Selain menjadi pengurus yasinan dan pengurus TPA di Masjid Nurul Iklhas, Ratna juga dipercaya warga sekitar untuk jadi bendahara RT dan desa. (DKA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Ungkap Ada Pihak Kembalikan Uang ke PT SCC

KPK Ungkap Ada Pihak Kembalikan Uang ke PT SCC

Nasional
Gubernur BI: Tren Inflasi Indonesia 10 Tahun Terakhir Menurun dan Terkendali Rendah

Gubernur BI: Tren Inflasi Indonesia 10 Tahun Terakhir Menurun dan Terkendali Rendah

Nasional
Muhadjir: Tak Semua Korban Judi 'Online' Bisa Terima Bansos, Itu Pun Baru Usulan Pribadi

Muhadjir: Tak Semua Korban Judi "Online" Bisa Terima Bansos, Itu Pun Baru Usulan Pribadi

Nasional
WNI yang Dikabarkan Hilang di Jepang Ditemukan, KJRI Cari Kontak Keluarga

WNI yang Dikabarkan Hilang di Jepang Ditemukan, KJRI Cari Kontak Keluarga

Nasional
Indonesia-Finlandia Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Energi

Indonesia-Finlandia Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Energi

Nasional
Anies Maju Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil-Kaesang Dinilai Bisa Jadi Lawan yang Cukup Berat

Anies Maju Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil-Kaesang Dinilai Bisa Jadi Lawan yang Cukup Berat

Nasional
Majelis Syariah PPP Ingatkan Semangat Merangkul Mbah Moen

Majelis Syariah PPP Ingatkan Semangat Merangkul Mbah Moen

Nasional
Bus Jemaah Haji Indonesia Telat Menjemput, Cak Imin: Ini Harus Jadi Perhatian Kita Semua

Bus Jemaah Haji Indonesia Telat Menjemput, Cak Imin: Ini Harus Jadi Perhatian Kita Semua

Nasional
KPK Dalami Informasi Terkait Harun Masiku dari Pemeriksaan Hasto

KPK Dalami Informasi Terkait Harun Masiku dari Pemeriksaan Hasto

Nasional
Ini Jadwal Lontar Jumrah Jemaah Haji Indonesia, Ada Waktu Larangan

Ini Jadwal Lontar Jumrah Jemaah Haji Indonesia, Ada Waktu Larangan

Nasional
Kepada Para Jemaah Haji, Cak Imin Minta Mereka Bantu Doakan Indonesia

Kepada Para Jemaah Haji, Cak Imin Minta Mereka Bantu Doakan Indonesia

Nasional
Panglima TNI Ungkap Cerita Para Prajurit yang Hampir Putus Asa Jelang Terjunkan Bantuan Airdrop di Gaza

Panglima TNI Ungkap Cerita Para Prajurit yang Hampir Putus Asa Jelang Terjunkan Bantuan Airdrop di Gaza

Nasional
Ponsel Hasto dan Buku Penting PDI-P Disita KPK, Masinton: Dewas Harus Periksa Penyidiknya

Ponsel Hasto dan Buku Penting PDI-P Disita KPK, Masinton: Dewas Harus Periksa Penyidiknya

Nasional
Soroti Permasalahan Konsumsi Jemaah Haji, Cak Imin Usulkan Pembentukan Pansus

Soroti Permasalahan Konsumsi Jemaah Haji, Cak Imin Usulkan Pembentukan Pansus

Nasional
KPK Kembali Periksa Eks Kepala Bea Cukai Makassar, Dalami Kepemilikan dan Perolehan Harta

KPK Kembali Periksa Eks Kepala Bea Cukai Makassar, Dalami Kepemilikan dan Perolehan Harta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com