Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenangkan Mahar "Laskar Pelangi"

Kompas.com - 15/01/2015, 01:06 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Meninggalnya Verrys Yamarno yang ditemukan telah tak bernyawa di kamar kosnya di Jalan Kramat V, Kelurahan Kenari, Senen, Jakarta Pusat, Senin, 12 Januari 2015, sontak mengingatkan kita pada sosok kecil Verrys yang memerankan Mahar nan kreatif dalam lakon film Laskar Pelangi yang fenomenal itu.

Terkenanglah kita pada Mahar kecil yang ke mana-mana selalu membawa radio untuk mendengarkan musik jazz kesukaannya. Lantaran lagaknya yang eksentrik itulah, ibu guru Muslimah di SD Muhammadiyah Belitong menunjuknya menjadi sutradara sebuah pertunjukan untuk disertakan dalam sebuah karnaval 17an di daerahnya.

Ya, ya... mengenangkan Verrys adalah juga mengenangkan Mahar yang miskin dan bersekolah di sebuah SD Muhammadiyah di pulau Belitong, sebuah sekolah dengan keadaan yang serba kekurangan dan nyaris roboh.

Lantaran kondisi sekolah yang memprihatinkan itulah, tidak ada orang tua  kaya yang mau menyekolahkan anak-anaknya di sekolah itu. Hanya orang tua miskin yang mau menyekolahkan anaknya di sana karena sekolah ini memang tidak memungut iuran sedikitpun. Hingga Depdikbud Sumsel memperingatkan hendak menutup sekolah itu jika siswa yang mendaftar tidak mencapai sepuluh orang.

Sampai waktu yang ditentukan baru sembilan orangtua yang mendaftarkan anaknya ke sekolah itu. Pak Harfan yang bernama lengkap Ki Agus Harfan Efendy Noor, selaku kepala sekolah sudah bersiap untuk memberikan pidato penutupan sekolah sesuai instruksi dari Pengawas Sekolah Depdikbud Sumsel.

Untunglah Harun datang menggenapi kekurangan itu. Sekolah tidak jadi ditutup karena di sekolah itu ada sepuluh orang siswa baru yang terdiri: Ikal, Lintang, Sahara, Mahar, A Kiong, Syahdan, Kucai, Borek, Trapani dan Harun.

Mengenangkan Mahar adalah juga membayangkan repotnya Bu Mus yang bernama lengkap Nyi Ayu Muslimah Hafsari, satu-satunya guru yang mengampu semua mata pelajaran di SD Muhammadiyah itu. Mulai dari pelajaran umum hingga keagamaan.

Meski hanya digaji 15 kilogram beras setiap bulannya Bu Mus tetap menjalankan tugasnya dengan penuh keikhlasan. Bersama Pak Harfan Bu Mus berjuang mati-matian untuk tetap menjaga keberlangsungan sekolah itu. Untuk mencukupi kebutuhan pribadi, Bu Mus menerima jahitan baju, sedangkan Pak Harfan mengolah sebidang kebun untuk menghidupi keluarganya.

Mengingat Mahar, terkenang juga pada sosok Lintang, seorang anak pesisir miskin yang harus mengayuh sepedanya sejauh 80 kilometer pulang pergi untuk merasakan nikmatnya pendidikan. Tak jarang saat melintasi rawa yang merupakan rute perjalanannya dia dihadang buaya yang sedang berjemur, namun ia tidak pernah membolos hanya karena alasan buaya.

Anak pesisir ini diceritakan sebagai anak jenius, siswa SD Muhammadiyah yang mampu mengharumkan nama sekolahnya dalam lomba cerdas cermat di kota kecamatan, dia melahap semua pertanyaan matematika tanpa menggunakan alat bantu, soal baru selesai dibacakan dengan seketika jawaban meluncur dari mulut Lintang. Dalam perlombaan itu Lintang dituduh curang oleh guru dari Sekolah PN Timah, sekolah elit yang ada di Belitong, di mana siswa yang bersekolah di sini adalah anak dari pegawai tinggi Perusahaan Negara (PN) Timah.

Perusahaan yang menguras kekayaan negeri Belitong menggunakan kapal keruk yang bekerja siang malam tanpa henti dan menghasilkan kekayaan yang melimpah bagi negara, namun orang-orang melayu Belitong masih saja terkungkung oleh jerat kemiskinan yang tidak berkesudahan. Drs. Zulfikar, guru yang berijazah dan terkenal, namun saat ditantang untuk menghitung kembali pertanyaan, sang guru sekolah kaya itu dapat dikalahkan. Hingga akhirnya sekolah miskin SD Muhammadiyah mampu menjadi jawara.

Mahar sang seniman cilik juga mampu mengharumkan nama SD Muhammadiyah untuk pertama kali dalam Karnaval 17 Agustus. Mahar menciptakan suatu koreografi indah tak tertandingi oleh peserta karnaval lainnya, walaupun untuk menciptakan karya seni tersebut Mahar mengorbankan anggota Laskar Pelangi lain yang berperan sebagai penari dengan membuat kalung dari buah aren yang gatalnya bisa berhari-hari. Melalui tangan dinginnya sekolah mereka yang hampir roboh itu mampu membawa pulang trofi jawara karnaval yang dua puluh sebelumnya selalu dipegang oleh sekolah PN Timah.

Mengingat Mahar, adalah juga membayangkan cinta monyet Ikal kepada gadis Hokian yang masih sepupu A Kiong teman sekelasnya. Cinta yang bersemi di toko kelontong “Sinar Harapan” langganan SD Muhammadiyah membeli kapur tulis secara kredit. Sayang di sayang, cinta mereka kandas lantaran A Ling harus pergi ke Jakarta untuk menemai bibinya. Cinta Ikal kepada A Ling harus berakhir karena jarak.

Mengenangkan Mahar, adalah juga mengenangkan kisah kemiskinan yang membuat Lintang si jenius dari pesisir harus meninggalkan bangku sekolah karena masalah ekonomi, lantaran ayahanya meninggal dunia sementara dia sebagai anak laki-laki tertua harus menghidupi semua kebutuhan adik-adiknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com