Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih Rapat Paripurna, Romahurmuzy Minta KPK Jadwal Ulang Pemeriksaannya

Kompas.com - 18/11/2014, 15:14 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Anggota DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy versi muktamar Surabaya itu tidak dapat memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi karena terbentur jadwal di DPR RI. Dia pun meminta KPK menjadwal ulang pemeriksaannya.

"Sebagai warga negara yang baik, saya pasti memenuhi panggilan KPK. Namun saya minta dijadwalkan kembali karena pemanggilan baru saya terima kemarin sore jam 15.00 WIB," ujar Rommy melalui pesan singkat, Selasa (18/11/2014).

Sedianya Rommy akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau ke Kementerian Kehutanan dengan tersangka Gulat Medali Emas Manurung. Rommy mengatakan, ia tidak dapat memenuhi panggilan penyidik karena harus menghadiri Rapat Paripurna pertama di DPR pasca-islahnya Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.

"Rapat paripurna ini perdamaian skala nasional, harus betul-betul terkawal agar DPR segera dapat bekerja untuk rakyat," kata Rommy.

Saat masih menjadi anggota legislatif periode sebelumnya, Rommy menjabat sebagai Ketua Komisi IV mewakili Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Komisi ini membidangi masalah pertanian, perkebunan, kehutanan, pangan, kelautan, dan perikanan. Namun, belum diketahui apakah latar belakang tersebut berkaitan dengan kepentingan penyidik untuk memeriksa Rommy.

Selain Rommy, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan untuk Gulat sebagai tersangka dan Gubernur nonaktif Riau Annas Maamun sebagai saksi. KPK sebelumnya juga telah menetapkan Annas sebagai tersangka setelah menangkap keduanya dalam operasi tangkap tangan di Perumahan Citra Grand, Cibubur, Kamis (25/9/2014).

Gulat dan Annas ditangkap bersama tujuh orang lainnya. Diduga, Gulat memberikan uang kepada Annas terkait dengan pengurusan peralihan status hutan tanaman industri (HTI) seluas 140 hektar di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Gulat menginginkan agar kawasan HTI yang ditanami kelapa sawit tersebut dialihfungsikan menjadi area peruntukan lain (APL).

Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang 156.000 dolar Singapura dan Rp500 juta yang diduga diberikan Gulat kepada Annas. Jika dikonversi ke dalam rupiah, jumlahnya sekitar Rp2 miliar. KPK juga mengamankan uang 30.000 dolar AS dalam operasi tangkap tangan yang sama.

Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Annas mengakui bahwa uang 30.000 dollar AS ini miliknya dan bukan pemberian Gulat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Nasional
Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Nasional
Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Nasional
PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

Nasional
Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Nasional
Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Nasional
MA Persilakan KY Dalami Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah

MA Persilakan KY Dalami Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Tingkatkan Pelayanan, Pertamina Patra Niaga Integrasikan Sistem Per 1 Juni 2024

Tingkatkan Pelayanan, Pertamina Patra Niaga Integrasikan Sistem Per 1 Juni 2024

Nasional
Politik Belah Bambu, PDI-P Bantah Tudingan Projo yang Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

Politik Belah Bambu, PDI-P Bantah Tudingan Projo yang Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

Nasional
Narasi Anak Muda Maju Pilkada Usai Putusan MA Dianggap Cuma Pemanis

Narasi Anak Muda Maju Pilkada Usai Putusan MA Dianggap Cuma Pemanis

Nasional
Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Nasional
Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Nasional
Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Nasional
Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com