Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Bogor Minta KPK Tetapkan Petinggi PT BJA Jadi Tersangka

Kompas.com - 08/08/2014, 21:03 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Bupati Bogor Rachmat Yasin melalui pengacaranya, Sugeng Teguh Santoso, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut dugaan keterlibatan petinggi PT Bukit Jonggol Asri (BJA). Sugeng meminta KPK mengusut pihak penyedia uang suap yang diduga diberikan kepada kliennya.

"Yohan kan bukan pemilik dana, jadi sangat logis ada pemilik dananya yang diusut. Siapa ini kan di sana ada dua direktur, ada dua orang yang dicegah, yang satu Haryadi (Kumala) dan Cahyadi (Kumala), yang mana yang sebetulnya terlibat proses penyerahan uang, semoga didalami," kata Sugeng di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (8/8/2014), seusai mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan.

KPK memeriksa Yasin sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Bogor. Sejauh ini, KPK telah meminta Imigrasi mencegah Haryadi dan Cahyadi bepergian ke luar negeri. Cahyadi alias Swie Teng merupakan Komisaris Utama PT BJA sekaligus Presiden Direktur City, sedangkan Haryadi menjabat sebagai Komisaris PT BJA.

Cahyadi diduga meminta perwakilan PT BJA Yohan Yap untuk menyerahkan uang kepada Yasin. Menurut surat dakawan Yohan, uang Rp 5 miliar yang dijanjikan kepada Yasin berasal dari Cahyadi. Uang ini diberikan secara bertahap agar Pemkot Bogor segera menerbitkan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan yang diajukan PT BJA.

Dalam surat dakwaan itu disebutkan bahwa kira-kira pada Januari 2014, Cahyadi meminta bantuan kepada Yasin agar rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan yang diajukan PT BJA segera diterbitkan. Yasin lalu menyampaikan agar BJA menyusun langkah-langkah selanjutnya.

Menurut Sugeng, kliennya mengaku pernah berbicara dengan Cahyadi terkait rencana pengembangan Sentul City. Namun, Sugeng membantah pertemuan kliennya dengan Cahyadi tersebut berkaitan dengan rencana pemberian uang.

Sugeng juga mengatakan bahwa kliennya mengakui telah menerima uang Rp 3 miliar dari pihak PT BJA. Uang Rp 3 miliar tersebut, menurut Sugeng, telah dikembalikan kepada KPK.

Meski demikian, Sugeng mengatakan bahwa kliennya tidak menerima uang senilai Rp 1, 5 miliar yang diterima anak buahnya, M Zairin, dari Yohan. Menurut surat dakwaan Yohan, uang Rp 1,5 miliar tersebut merupakan sisa pembayaran komitmen yang dijanjikan Cahyadi. Namun, uang tersebut tidak sampai ke tangan Yasin karena Zairin dan Yohan ditangkap penyidik KPK pada hari penyerahan uang.

Sugeng juga mengatakan bahwa inisiatif pemberian uang tersebut berasal dari pihak PT BJA.

"Pengusahalah, kalau dari pemerintah kan enggak ada kepentingan untuk mereka," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com