Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara: KPK Sita 20 Baju Batik dari Rumah Anas

Kompas.com - 07/05/2014, 11:01 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Firman Wijaya selaku pengacara tersangka Anas Urbaningrum mengatakan, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi hanya menyita 20 potong baju batik dalam penggelahan di rumah Anas di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, yang berlangsung pada Selasa (6/5/2014). Penggeledahan tersebut berkaitan dengan penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.

"Tidak ada hal yang baru, yang diambil baju batik, kaitannya dengan kongres mungkin yah, hampir 20 potong baju batik," kata Firman di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (7/5/2014).

Terkait hasil penyitaan dalam penggeledahan di rumah Anas ini, pihak KPK belum menyampaikan konfirmasi. Firman pun mengaku heran mengapa KPK hanya menyita 20 potong baju batik dari kediaman Anas.

Dia menduga baju batik ini ada kaitannya dengan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung. Dalam kongres tersebut, Anas terpilih sebagai ketua umum partai. KPK juga menduga ada aliran dana korupsi untuk pemenangan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat dalam Kongres 2010.

"Ya sekali lagi, kalau ini menyangkut persoalan kongres, fairness process (proses adil) saja lah, ya toh. Seolah-olah pusat TKP (tempat kejadian perkara) itu hanya ada di rumah Mas Anas Urbaningrum," sambungnya.

Saat ditanya apakah 20 baju batik tersebut kemungkinan bagian dari gratifikasi yang diterima Anas, Firman mengaku tidak tahu. Dia mengatakan bahwa baju-baju batik yang disita KPK tidak bermerek terkenal.

"Enggak ada (merek), biasa saja bajunya," ucap Firman.

KPK menggeledah kediaman Anas di Duren Sawit sejak Selasa petang. Informasi mengenai penggeledahan di kediaman Anas ini juga disampaikan loyalis Anas, Tri Dianto. Menurut Tri, sekitar 10 penyidik KPK mendatangi rumah Anas yang juga markas Perhimpunan Pergerakan Indonesia di Jalan Selat Makasar, C9/22, Duren Sawit, Jakarta Timur, sekitar pukul 18.00 WIB.

KPK menetapkan Anas sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya. Melalui pengembangan kasus itu, KPK juga menjerat Anas dengan pasal dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang.

Pada 9 Mei 2014 mendatang, berkas perkara Anas diperkirakan lengkap (P21) untuk kemudian dilimpahkan ke tahap penuntutan. Dalam waktu maksimal dua minggu setelah tanggal tersebut, berkas perkara Anas akan dilimpahkan ke pengadilan.

Terkait kasusnya, Anas meminta KPK memeriksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan putra bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai saksi meringankan bagi Anas. Menurut pihak Anas, SBY dan Ibas perlu diperiksa untuk menjelaskan proses penyelenggaraan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.

Diduga, ada aliran uang korupsi untuk pemenangan Anas sebagai ketua umum dalam kongres tersebut. Namun, SBY dan Ibas menolak diperiksa KPK sebagai saksi meringankan Anas. Tim pengacara SBY dan keluarga menilai kasus Anas tidak ada relevansinya dengan SBY dan Ibas.

Sebelumnya, KPK telah menggeledah kediaman Anas terkait penyidikan kasus ini. Dari penggeledahan di kediaman Anas di Duren Sawit beberapa waktu lalu tersebut, tim penyidik KPK menyita uang senilai Rp 1 miliar. Anas mengklaim uang itu milik PPI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Nasional
Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Nasional
Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Nasional
PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

Nasional
Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Nasional
Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Nasional
MA Persilakan KY Dalami Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah

MA Persilakan KY Dalami Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Tingkatkan Pelayanan, Pertamina Patra Niaga Integrasikan Sistem Per 1 Juni 2024

Tingkatkan Pelayanan, Pertamina Patra Niaga Integrasikan Sistem Per 1 Juni 2024

Nasional
Politik Belah Bambu, PDI-P Bantah Tudingan Projo yang Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

Politik Belah Bambu, PDI-P Bantah Tudingan Projo yang Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

Nasional
Narasi Anak Muda Maju Pilkada Usai Putusan MA Dianggap Cuma Pemanis

Narasi Anak Muda Maju Pilkada Usai Putusan MA Dianggap Cuma Pemanis

Nasional
Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Nasional
Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Nasional
Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Nasional
Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com