Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diduga Terima Gratifikasi Lebih dari Satu Proyek, Anas Bisa Dituntut Lebih Berat

Kompas.com - 11/04/2014, 21:28 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, bisa dituntut lebih berat karena diduga menerima gratifikasi lebih dari satu proyek. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, seorang tersangka yang diduga menerima gratifikasi lebih dari satu proyek, berbeda tuntutannya dengan tersangka yang diduga menerima gratifikasi dari satu proyek saja.

"Tuntutannya tentu lebih berat daripada kalau dia hanya menerima satu, tapi tidak mengubah pasalnya," kata Johan di Jakarta, Jumat (11/4/2014).

Tuntutan ini, akan disampaikan tim jaksa Penuntut Umum KPK dalam persidangan Anas nantinya. Sejauh ini, tim penyidik KPK masih melengkapi berkas pemeriksaan Anas. Perkara Anas, belum masuk ke proses persidangan. KPK menetapkan Anas sebagai tersangka atas dugaan menerima gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya. Mengenai proyek lainnya yang disangkakan kepada Anas ini, Johan mengaku belum tahu.

Sebelumnya, tim pengacara Anas mengungkapkan kalau salah satu proyek selain Hambalang yang diusut KPK adalah pengadaan laboratorium Universitas Airlangga (Unair) dan proyek terkait Kongres Partai Demokrat 2010.

Dalam kasus gratifikasi ini, Anas disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya, maksimal penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Melalui pengembangannya, KPK juga menjerat Anas dengan pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam kasus ini, Anas disangka melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar. Terkait ancaman tuntutan yang mungkin lebih berat ini, pengacara Anas, Firman Wijaya meminta KPK untuk membuktikan sangkaannya kepada Anas.

"Silahkan saja proses ini semakin terbuka. Biarkan korelasi itu penyidik KPK yang membuktikan," ujarnya, di Gedung KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Nasional
Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Nasional
Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Nasional
KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

Nasional
Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Nasional
KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Nasional
Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Nasional
Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasional
Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Nasional
[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

Nasional
Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com