Ia menyoroti tak adanya caleg dan partai yang berani menyuarakan tentang sengketa lahan. Padahal, menurut dia, di berbagai daerah pemilihan, banyak terjadi sengketa lahan antara perusahaan swasta dengan rakyat.
Chalid menjelaskan, kompleksnya permasalahan sengketa lahan dan lingkungan seharusnya menjadi sorotan pada masa kampanye ini.
Menurutnya, ada tiga faktor yang menyebabkan caleg dan partai tidak berani mengurusi konflik agraria. Pertama, kemungkinan keterlibatan langsung caleg dalam konflik; kedua, caleg dimodali oleh perusahaan yang berkonflik; dan ketiga kemungkinan caleg tidak paham masalah yang terjadi di wilayah pemilihannya.
"Banyak caleg DPR-RI yang berdomisili di Jabodetabek, tapi wilayah pemilihannya di Sumatera atau Kalimantan. Mana paham sama masalah di daerah," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan, pelaksanaan kampanye sangat kosong. Menurutnya, caleg dan parpol tidak menjanjikan hal-hal yang konkret kepada rakyat.
"Jadi apa yang mau ditagih sama rakyat. Janjinya kosong. Karena yang dijual saat kampanye hanya kesejahteraan, kedaulatan. Pernyataan seperti itu kan ngambang. Susah ditagih rakyat," kata Andrinof.