Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seratus Persen Indonesia

Kompas.com - 02/02/2014, 08:19 WIB

Oleh: Budi Suwarna & Indira Permanasari
”Kalau masih korupsi, berarti kita tidak berbudi pekerti. Bikin malu leluhur saja!” kata Au Bintoro, pengusaha mebel dari keluarga Tjia, di Bogor. Itulah kesimpulan yang ia tarik berdasarkan nilai-nilai budi pekerti leluhur.

Perayaan Imlek keluarga Tjia dan Tjoa, Jumat (31/1/2014) malam, di Kota Bogor, Jawa Barat, menjadi momentum untuk merenungkan kembali nilai-nilai budi pekerti leluhur. Bersama cahaya dan kemeriahan pesta yang digarap seniman Rani Badri, ajaran budi pekerti ditanamkan kepada 500-an anggota keluarga Tjia dan Tjoa berbeda generasi yang hadir di acara itu.

”Jangan mengambil hak milik orang lain sekecil apa pun. Itu perbuatan tercela dan bikin malu orangtua,” kata Au Bintoro (62).

Sayangnya, banyak orang melupakan budi pekerti. Mereka tak malu mengambil uang rakyat. Jika merujuk kepada ajaran leluhur, tambah Bintoro, koruptor pastilah orang yang tidak mengamalkan budi pekerti.

Selain Au Bintoro, beberapa tetua keluarga Tjia dan Tjoa lainnya bergantian menyampaikan petikan Di Zi Gui, kitab pedoman budi pekerti leluhur yang mengatur hampir semua aspek kehidupan, mulai dari tata cara menaruh kaus kaki dan sepatu, pentingnya berbakti kepada orangtua dan guru, keluwesan dalam bergaul, aturan bernegara, hingga etika berbisnis.

Pesta Imlek yang dipandu pembawa acara Miss Indonesia 2005, Imelda Fransisca, itu melibatkan Inayah Wahid dan dihadiri Sinta Nuriyah Wahid. Acara keluarga Tjia dan Tjoa tersebut sarat pesan budi pekerti leluhur.

”Dengan budi pekerti leluhur, kami punya pegangan dalam hidup. Tidak seperti layang-layang putus,” ujar Hartawan Xie, pengusaha sepatu dan sandal, yang mengaku baru mendalami nilai-nilai leluhur sejak tiga tahun terakhir. ”Dulu mana ada yang berani mengajari hal seperti ini (secara terbuka),” ujarnya.

Hartawan (46) merupakan generasi keturunan Tionghoa yang tumbuh dan besar di bawah rezim Orde Baru. Pemerintah ketika itu melarang pengungkapan secara terbuka hampir semua produk kebudayaan leluhur Tionghoa. Akibatnya, untuk belajar bahasa Mandarin saja, mereka sembunyi-sembunyi.

Istri Hartawan, Serihana atau Ana (46), ingat, ia harus keluar dari pintu belakang untuk pergi ke rumah guru bahasa Mandarin yang masih bertetangga. Kadang ia harus bersembunyi dulu di belakang pohon agar tak diketahui orang. ”Saya enggak berani bawa buku catatan karena takut ketahuan aparat. Kami juga belajar di dalam kamar yang tertutup,” kata Ana, mengenang masa kecilnya di Jambi.

Namun, ia beruntung karena orangtuanya masih mengajarkan nilai-nilai leluhur, termasuk budi pekerti, secara lisan. ”Namun, karena tidak ada teksnya, lama-lama kami lupa ajaran itu. Generasi di bawah saya malah enggak tahu sama sekali,” katanya.

Keadaan berubah sejak Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur berkuasa dan menghapus segala pembatasan terhadap warga etnis Tionghoa. Sejak saat itu, etnis Tionghoa bebas menjalankan budaya leluhur. ”Kami tentu gembira sekali dan merasa berutang budi kepada Gus Dur,” ujar Ana.

”Ngebut” belajar

Tiga tahun setelah kebebasan itu diperoleh, Ana mulai bertanya-tanya soal identitas dan budaya keluarganya. Ia ingin ketiga anaknya mengerti hal itu. Maka, Ana dan suaminya, Hartawan, mengirim anak perempuannya, Yanti, yang masih SMP bersekolah di Beijing, China. Beberapa tahun berikutnya, giliran Santi yang dikirim ke sana.

Kini, Yanti (26) dan Santi menjadi pengajar bahasa Mandarin dan budi pekerti leluhur untuk bocah-bocah keluarga Tjia dan Tjoa lainnya. Jessica Fransisca (7) salah seorang di antaranya. Ibunya, Susanti Dewi, dengan bangga mengatakan, Jessica sudah hafal beberapa bab Di Zi Gui. Susanti menegaskan, anaknya berubah dari yang tadinya cuek menjadi sangat hormat kepada orangtua. ”Kalau saya pulang, dia memberi salam dan memberi hormat kepada semua orang yang lebih tua. Saya malah enggak ngerti cara hormat seperti itu,” ujar Susanti.

Generasi yang lebih tua juga belajar Di Zi Gui. Ana dan Hartawan belajar dari paman nomor duanya, Edy Mulianto, yang belajar langsung Di Zi Gui di tanah leluhur. ”Kami mendapat pelajaran soal bakti kepada orangtua dan leluhur. Ibaratnya, orangtua dan leluhur itu akar dan kita batang pohon. Kalau akar dilupa- kan, batang mati dan kehidupan berakhir,” ujar Hartawan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com