Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muhaimin: Jangan Sampai Rindukan Orde Baru

Kompas.com - 15/01/2014, 09:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — 
Bangsa Indonesia telah bereksperimen dalam transisi demokrasi sejak tahun 1999. Lewat Pemilu 2014, saatnya mendorong kristalisasi demokrasi, penyederhanaan partai politik, efisiensi pemerintahan, dan APBN yang sungguh-sungguh menyejahterakan rakyat. Jangan sampai kesulitan hidup membuat rakyat frustrasi, lantas merindukan zaman Orde Baru lagi.

”Kalau dipercaya berkuasa, PKB akan fokus berjuang agar masyarakat lebih sejahtera, punya pekerjaan, dapat penghasilan, punya daya beli, dan angka kemiskinan turun. APBN harus benar-benar disalurkan untuk rakyat, ke daerah-daerah, tidak habis untuk biaya rutin-operasional,” kata Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, saat ditemui di kantornya, di Menteng, Jakarta, Rabu (8/1).

Mengenakan batik hijau, Muhaimin bicara santai di satu ruangan di lantai dua. Selain dipenuhi simbol-simbol partai, ruangan itu juga hangat oleh lukisan delapan kuda berwarna keemasan yang tengah berlari penuh gairah. Dari kaca jendela, hujan deras mengguyur.

Muhaimin menilai perjalanan transisi demokrasi Indonesia membawa banyak pencapaian berharga. UUD 1945 telah diamandemen, pemilu dan pemilihan umum kepala daerah dilakukan langsung, serta kebebasan berekspresi. Presiden yang baru berkuasa 22 bulan pernah digulingkan dan negeri ini tetap damai.

Dibandingkan dengan negara lain, seperti negara-negara Islam seperti Mesir, pengalaman ini membanggakan. Semua itu tercapai karena akar budaya masyarakat yang kuat dan umat Islam yang solid dengan organisasi yang baik, termasuk Nahdlatul Ulama (NU). Militer tidak bernafsu berpolitik seperti di Mesir. Kita juga ditopang partai politik (parpol) yang mau belajar.

”Pengalaman itu sudah cukup. Kini kita harus mengakhiri transisi dan menuju kristalisasi demokrasi. Pemilu 2014 jadi momentum untuk menentukan Indonesia 20 tahun atau 40 tahun ke depan,” katanya.

Untuk itu, perlu evaluasi semua, seperti UUD 1945, sistem pemerintahan, parpol, dan pembangunan. Sistem politik membuat parlemen terlalu kuat, sementara pemerintah lemah.

Agar pemerintahan kuat, koalisi harus didorong lebih permanen. ”Kontrak koalisi semestinya dibuat rinci sejak awal demi menjaga komitmen dan stabilitas pemerintahan. Ketika sudah berkoalisi, anggota harus mengikuti semua keputusan presiden. PKB setia dalam koalisi,” katanya.

Saat bersamaan, parpol perlu mengevaluasi diri. Jangan larut dalam politik mahal yang memicu politik uang dan korupsi. ”Parpol perlu disederhanakan. Jika Pemilu 2014 hanya meloloskan enam atau delapan parpol, cukuplah itu, jangan diubah-ubah lagi. Parpol yang gugur gabung saja,” katanya.

Cita-cita Gus Dur

Menurut Muhaimin, Undang-Undang MPR, DPR, dan DPD perlu diperbaiki dengan menyempurnakan kewenangan masing-masing. Pelembagaan pemerintah diperkuat dengan mengevaluasi dan mengurangi lembaga atau komisi negara yang terlalu banyak. Sesuai cita-cita Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), hendaknya didorong efisiensi pemerintahan.

Kementerian jangan terlalu gemuk seperti sekarang sehingga biaya rutin dan operasional terlampau besar. Pemerintah perlu lebih ramping. Perencanaan strategis difokuskan pada prioritas-prioritas tertentu dengan sasaran yang tepat.

”APBN lebih dari Rp 1.800 triliun jangan habis untuk biaya rutin saja. Anggaran semaksimal mungkin untuk membangun infrastruktur, dorong pertumbuhan ekonomi, dan menyerap tenaga kerja. Angkatan kerja muda sebagai bonus demografi harus termanfaatkan,” katanya.

Langkah ini diharapkan dapat mencairkan frustrasi masyarakat akibat tekanan kesulitan hidup. Pencapaian demokrasi kita sekarang harus dibarengi usaha serius menyejahterakan rakyat.

Terkait dengan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, Muhaimin yang juga dipercaya sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi merancang road map 2017. Targetnya, TKI yang dikirim ke luar negeri mesti tenaga kerja formal. Jika masih ada penata laksana rumah tangga (PLRT), Indonesia harus membangun nota kesepahaman dengan negara penempatan agar pekerja memperoleh hak dan perlindungan seperti di Hongkong.

”Idealnya kita buat banyak lapangan kerja di desa-desa sehingga kita tidak perlu kirim PLRT ke luar negeri,” katanya.

Komitmen kebangsaan

Soal kebangsaan, Muhaimin mengaku selalu merujuk gagasan dan perjuangan Gus Dur dan NU. PKB sebagai alat politik nahdliyin harus menjadi ujung tombak politik kebangsaan dan keindonesiaan di semua tingkat yang menjadi ruang lingkup partai, pemerintahan, dan legislatif. Untuk itu, perlu terus dibangun kesadaran pluralisme, toleransi, dan Islam yang membawa rahmat untuk memperkuat solidaritas bangsa. Ini sekaligus untuk mengatasi radikalisme dan intoleransi yang menguat.

PKB telah menerapkan ideologi kebangsaan dengan memasang banyak caleg beragama Kristen dan Katolik, seperti di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Untuk menjaga kemajemukan, lanjut Muhaimin, pemerintah harus berkomitmen menegakkan hukum. Polisi harus tegas dalam menangani. Jangan takut dengan persepsi sehingga mengambang. (Ilham Khoiri/Marcellus Hernowo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com