Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ada Indikasi Suap, Putusan Pilkada Ulang di Lebak Harus Dianulir"

Kompas.com - 04/10/2013, 14:51 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Calon bupati Lebak Iti Oktavia Jayabaya meminta agar keputusan Mahkamah Konstitusi untuk menggelar pemungutan suara ulang di semua tempat pemungutan suara (TPS) dianulir. Hal ini menyusul adanya indikasi suap terhadap Ketua MK Akil Mochtar terkait penanganan sengketa Pilkada Lebak.

"Ada suap ini, kami minta ke MK dan KPK untuk mengusut tuntas. MK juga perlu mengkaji kembali putusan itu karena sudah jelas ada suap di belakangnya. Kalau bisa, dianulir saja putusan PSU (pemungutan suara ulang) itu," ujar Iti, saat dihubungi, Jumat (4/10/2013).

Iti adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Dia maju sebagai calon bupati Lebak berpasangan dengan Ade Sumardi. Pasangan ini didukung koalisi Partai Demokrat, PDI Perjuangan, Partai Hanura, Partai Gerindra, PPP, PKS, dan PPNU.

Saat Pilkada Lebak lalu, pasangan ini meraih suara terbanyak, yaitu 407.156 suara (62,37 persen). Di posisi kedua yakni pasangan yang diusung Partai Golkar, Amir Hamzah-Kasmin, yang mendapat 226.440 suara (34,69 persen). Sementara di posisi ketiga yakni pasangan perseorangan, Pepep Faisaludin-Aang Rasidi, dengan 19.163 suara (2,94 persen).

Atas hasil ini, pasangan Amir Hamzah-Kasmin menggugat ke MK dengan tuduhan penggelembungan suara. Menurut Iti, selama persidangan, tidak ada indikasi kuat yang membuktikan pihaknya melakukan penggelembungan suara.

"Pak Akil bahkan sudah bilang dulu di persidangan untuk apa kasus ini dimajukan ke MK karena saya menang mutlak. Tapi ternyata keputusannya berbeda dengan pendapat Pak Akil itu," katanya.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar meninggalkan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi seusai menjalani pemeriksaan, Kamis (3/10). Akil tertangkap tangan menerima suap dan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap sengketa pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Lebak, Banten dan Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Iti berharap agar putusan pemungutan suara ulang dibatalkan dan ia ditetapkan sebagai pemenang. Pasalnya, pemungutan suara ulang akan memakan banyak anggaran. Terkait dengan dugaan praktik suap di lingkungan MK, Iti mengaku sudah pernah mendengarnya. Namun, ia belum pernah didekati oleh oknum-oknum yang mengaku bisa mengatur hasil keputusan sidang di MK.

"Saya sering mendengar dari teman-teman saya, tapi saya belum pernah mengalaminya. Kami pun saat digugat tidak berpikir ke sana karena yakin bisa menang karena hasil suara sudah beda jauh," kata Iti.

Kasus Pilkada Lebak

Dalam dugaan suap terkait sengketa Pilkada Lebak, KPK menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap bersama advokat Susi Tur Andayani. Pasal yang dijeratkan adalah Pasal 12 c UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebagai pemberi suap, KPK menetapkan pengusaha Tubagus Chaery Wardana alias W. Ia diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.  

Tangkap tangan

KPK menangkap tangan Akil bersama anggota DPR, Chairun Nisa, dan pengusaha Cornelis di kediaman Akil pada Rabu (2/10/2013) malam. Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat. Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah senilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar.

Diduga, Chairun Nisa dan Cornelis akan memberikan uang ini kepada Akil di kediamannya malam itu. Pemberian uang itu diduga terkait dengan kepengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana. Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang pertama kalinya. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil.

KPK juga menangkap tangan pengusaha yang bernama Tubagus Chaery Wardana. Adapun Chaery diketahui sebagai adik dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany. Selain itu, KPK mengamankan wanita berinisial S.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com