Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kabar Penuntasan Pelanggaran HAM Berat 1965-1966?

Kompas.com - 01/10/2013, 06:31 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Empat puluh delapan tahun silam, dini hari tepat pada tanggal ini, 1 Oktober, terjadi tragedi yang sekarang kita kenal sebagai Gerakan 30 September. Partai Komunis Indonesia dituding menjadi dalang gerakan yang diduga bertujuan makar itu.

Menyusul setelahnya, terjadi pembantaian besar-besaran terhadap para aktivis dan anggota Partai Komunis Indonesia, terafiliasi pada partai itu, atau sekadar dituding terlibat dengan partai itu. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 2012 menyatakan ada pelanggaran HAM berat dalam kasus penumpasan PKI selama kurun 1965-1966.

Sudah nyaris setengah abad semua kisah berdarah dalam catatan sejarah Indonesia itu terjadi, tetapi tak ada upaya hukum berarti untuk menunjuk siapa yang paling bertanggung jawab terhadap "balas dendam" untuk Gerakan 30 September tersebut.

Komisioner Komnas HAM Nur Kholis mengatakan komisinya sudah menyerahkan kepada Kejaksaan Agung dokumen hasil penyelidikan atas tragedi pembantaian "afiliasi" PKI. Penyelidikan tersebut berlangsung selama empat tahun. Namun, dokumen hasil penyelidikan itu selalu dikembalikan dengan alasan "masih kurang".

Tawaran solusi

Saat ini, Komnas HAM mengaku masih melengkapi sejumlah data yang dibutuhkan untuk mengangkat kasus tersebut. Namun, jika ternyata berkas penyelidikan itu terus-menerus dikembalikan oleh pihak kejaksaan, Nur Kholis pun menawarkan opsi lain. Ia meminta agar ada sebuah lembaga independen untuk menilai hasil penyelidikan Komnas HAM dan cara penanganan Kejaksaan.

“Kami ajukan usulan adanya tim appraisal untuk menilai bagaimana posisi hasil penyelidikan Komnas HAM. Siapa saja orang-orangnya? Harus orang di luar Komnas HAM dan Kejaksaan Agung yang telah disepakati dua belah pihak,” tutur Nur Kholis dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senin (30/9/2013).

Usul alternatif itu, kata Nur Kholis, sudah disampaikan kepada Jaksa Agung. Atas usulan itu, ujar dia, Jaksa Agung berdalih harus berkonsultasi dulu dengan sejumlah pakar di kejaksaan.

Pemerintah, kata Nur Kholis, harus menggelar pengusutan hukum secara tuntas atas pembantaian sepanjang 1965-1966 pada mereka yang dituding punya kaitan dengan PKI itu. "Indonesia tak boleh melupakan sejarah itu," kata dia.

Menurut Nur Kholis, sampai saat ini tak ada satu pun pernyataan pemerintah menyatakan apa sebenarnya yang terjadi pada saat itu. "Ini adalah utang sejarah bangsa Indonesia," tegas dia.
Hasil penelitian Kejagung akan menentukan apakah kasus pelanggaran HAM berat pada 1965-1966 akan ditingkatkan ke tahap penyidikan atau tidak.

Jika diputuskan untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan, Kejaksaan Agung membutuhkan pengadilan HAM ad hoc mengingat kasus tersebut terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pengadilan HAM ad hoc diperlukan Kejaksaan Agung untuk meminta izin melakukan upaya hukum seperti penggeledahan dan penyitaan selama proses penyidikan.

Peristiwa tahun 1965-1966 adalah salah satu periode kelam sejarah bangsa Indonesia. Cukup dicap "komunis", seseorang dapat dijebloskan ke penjara tanpa pernah ada proses hukum yang dijalani. Tak sedikit yang mengalami penyiksaan.

Kalaupun bisa keluar selamat dari penjara, mereka yang pernah dicap komunis itu tetap tak mendapat pemulihan. Kehidupan mereka serba sulit karena di kartu tanda penduduk pun bertanda "eks-tapol". Bagi kelompok masyarakat ini, pendidikan dan pekerjaan adalah kemewahan yang bertahan bahkan hingga 1990-an.

Penyelidikan Komnas HAM

Dalam laporan yang disampaikan pada medio Juli 2012, Komnas HAM menyatakan sudah ada cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat selama periode 1965-1966.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

32 Ribu Jemaah Haji Indonesia Sudah Daftar Skema Murur

32 Ribu Jemaah Haji Indonesia Sudah Daftar Skema Murur

Nasional
Stranas PK Sebut Pemda Kekurangan 28.000 Auditor APIP

Stranas PK Sebut Pemda Kekurangan 28.000 Auditor APIP

Nasional
Cerita Korban Penipuan Visa Haji Ilegal: Panas Dingin Takut Ditangkap Polisi

Cerita Korban Penipuan Visa Haji Ilegal: Panas Dingin Takut Ditangkap Polisi

Nasional
Jika Ingin Lanjutkan Tapera, Pemerintah Diminta Bikin Aturan Jelas dan Detail

Jika Ingin Lanjutkan Tapera, Pemerintah Diminta Bikin Aturan Jelas dan Detail

Nasional
Prabowo-Gibran Bertemu di Hambalang, Habiburokhman: Sangat Mungkin Bahas Formasi Kabinet

Prabowo-Gibran Bertemu di Hambalang, Habiburokhman: Sangat Mungkin Bahas Formasi Kabinet

Nasional
Timwas Haji DPR Desak Pemerintah Optimalkan Bahan Baku Makanan dari Indonesia 

Timwas Haji DPR Desak Pemerintah Optimalkan Bahan Baku Makanan dari Indonesia 

Nasional
Kapolda Jateng Jadi Irjen Kemendag, IPW: Apa Tak Ada Sipil yang Mampu?

Kapolda Jateng Jadi Irjen Kemendag, IPW: Apa Tak Ada Sipil yang Mampu?

Nasional
Marwan Dasopang: Fasilitas Pemondokan Jemaah Haji di Madinah Masih Butuh Perbaikan

Marwan Dasopang: Fasilitas Pemondokan Jemaah Haji di Madinah Masih Butuh Perbaikan

Nasional
Timwas Haji DPR Minta Kandungan Gizi Makanan Jemaah Haji Indonesia Lebih Diperhatikan

Timwas Haji DPR Minta Kandungan Gizi Makanan Jemaah Haji Indonesia Lebih Diperhatikan

Nasional
Wujudkan Inklusivitas, Pertamina Capai Target Keberagaman Pekerja

Wujudkan Inklusivitas, Pertamina Capai Target Keberagaman Pekerja

Nasional
Pengamat Nilai Kontribusi Negara dalam Iuran Tapera Harusnya Lebih Besar

Pengamat Nilai Kontribusi Negara dalam Iuran Tapera Harusnya Lebih Besar

Nasional
Indonesia Kecam Kebiadaban Israel di Gaza, Minta Dunia Internasional Bertindak!

Indonesia Kecam Kebiadaban Israel di Gaza, Minta Dunia Internasional Bertindak!

Nasional
PDI-P Diprediksi Usung Kader dengan Daya Ungkit Elektabilitas Tinggi pada Pilkada DKI

PDI-P Diprediksi Usung Kader dengan Daya Ungkit Elektabilitas Tinggi pada Pilkada DKI

Nasional
Sebut Sejumlah Nama untuk Pilkada DKI, PDI-P Dinilai Sedang “Beauty Contest”

Sebut Sejumlah Nama untuk Pilkada DKI, PDI-P Dinilai Sedang “Beauty Contest”

Nasional
Kali Pertama, 5 Perwira TNI dan 1 Perwira Polri Terima Medali Perdamaian dari PBB

Kali Pertama, 5 Perwira TNI dan 1 Perwira Polri Terima Medali Perdamaian dari PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com