Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjanjian Helsinki, Aceh Merdeka secara De Facto

Kompas.com - 06/04/2013, 18:34 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pakar Pembela Kesatuan Tanah Air (PEKAT) Cut Justisia mengatakan, Perjanjian Helsinki yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan sebuah bentuk kemerdekaan secara de facto yang diberikan kepada Aceh. Pemerintah diharapkan mampu memahami isi dari perjanjian tersebut. Jika tidak, hal ini dikhawatirkan akan menelurkan gerakan-gerakan separatis lain yang justru akan memecah-belah kesatuan negara.

"Di dalam isi perjanjian itu Aceh bisa membuat partai sendiri, mata uang, bahkan bisa melakukan perdagangan internasional sendiri. Itu artinya Aceh sudah berdaulat secara de facto," kata Justisia di Jakarta, Sabtu (6/4/2013).

Justiani mengatakan, meski saat ini Aceh masih belum membuat mata uangnya sendiri, akan tetapi pergerakan menuju kemerdekaan Aceh sudah mulai ditunjukkan. Hal itu diperlihatkan dengan adanya pengibaran bendera di sejumlah wilayah di Aceh.

"Bendera dan mata uang sebenarnya adalah hal yang sama. Itu adalah simbol suatu negara. Seharusnya pemerintah itu sadar karena apa yang terjadi di Aceh juga bisa terjadi di wilayah lain," katanya.

Anggota Dewan Pakar PEKAT lainnya, Mayor Jendral TNI (Purn) Saurip Kadi mengatakan, secara politik, Aceh merupakan sebuah wilayah yang merdeka. Hal itu terlihat dari isi Perjanjian Helsinki yang telah diakui secara internasional.

"Bedanya, Aceh tidak perlu mendirikan kedutaan besar di setiap negara. Karena pasti akan memerlukan biaya yang tidak sedikit," katanya.

Untungnya, Saurip mengatakan, saat ini Aceh belum melaksanakan seluruh isi perjanjian Helsinki. Karena jika Aceh telah melaksanakan seluruh isi perjanjian tersebut maka tidak menutup kemungkinan akan muncul "Aceh" baru di sejumlah wilayah negara ini.

Sementara itu, Sekretaris Jendral PEKAT Bob Hasan beranggapan, pembentukan bendera Aceh telah melanggar konstitusi negara. "Apalagi mereka menaikkan bendera itu diiringi dengan kumandang adzan, itu merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap konstitusi," katanya.

Hasan menilai, pengibaran bendera yang lalu sarat dengan adanya intervensi pihak asing. Namun, saat ditanya intervensi dari negara manakah, dirinya enggan membeberkannya.

"Ada intervensi intelejen asing di Aceh. Jadi pergerakan Aceh itu bukan karena pergerakan rakyat. Asing memiliki kepentingan untuk mengeksploitasi kekayaan alam yang ada di Aceh," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com