JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan untuk menyita harta kekayaan atau uang hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan (sekarang Kementerian Kesehatan), Rustam Syarifuddin Pakaya. Sebagian uang hasil korupsi proyek pengadaan alat kesehatan 1 atau alkes 1 untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan tahun anggaran 2007 tersebut mengalir ke menteri kesehatan saat itu, Siti Fadilah Supari.
Hal ini merupakan bagian dari amar putusan majelis hakim yang memvonis Rustam bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan hukuman empat tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan kepada Rustam. "Memutuskan agar uang senilai Rp 1,275 miliar yang ada di saksi atas nama Siti Fadilah Supari dirampas untuk negara," ujar Ketua Majelis Hakim Pangeran Napitupulu dalam membacakan vonisnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (26/11/2012).
Hakim pun memutuskan agar Rustam membayar uang pengganti kerugian negara sekitar Rp 2,575 miliar. Uang tersebut harus dibayarkan paling lambat sebulan setelah putusan majelis hakim berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, maka harta kekayaan Rustam akan disita dan dilelang sehingga memenuhi nilai uang pengganti. "Apabila tidak memenuhi, maka dipenjara selama dua tahun," kata Pangeran.
Dalam kasus ini, Rustam dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya sehingga mengakibatkan kerugian negara, tetapi justru menguntungkan diri sendiri dan pihak lain. Adapun kerugian negara yang timbul akibat perbuatan Rustam ini mencapai Rp 21,3 miliar.
Selain mengalir ke Siti, uang hasil korupsi yang dilakukan Rustam juga dinikmati oleh pihak lain, yakni Els Mangundap senilai Rp 850 juta, Amir Syamsuddin sebesar Rp 100 juta, Yayasan Orbit melalui Meidiana Hutomo dan Gunadi Soekemi sebesar Rp 100 juta, Tengku Luckman Sinar senilai Rp 25 juta, PT Indofarma Global Medika sebesar Rp 1,7 miliar, serta PT Graha Isyama senilai Rp 15 miliar.
Berdasarkan fakta persidangan, menurut hakim, Rustam menjadi kuasa pengguna anggaran (KPA) di Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) saat proyek alkes 1 dilaksanakan. Selaku KPA dan PPK, Rustam mengarahkan anak buahnya untuk menyusun spesifikasi teknis alkes 1 sehingga sesuai dengan merek dan produk yang didistribusikan PT Graha Ismaya. Pengarahan ini dilakukan Rustam setelah mengadakan pertemuan dengan Direktur Umum PT Graha Ismaya Masrizal Achmad Syarief.
Spesifikasi inilah yang kemudian digunakan panitia pengadaan dalam menentukan rekanan proyek.”Sehingga panitia pengadaan menggunakan spesifikasi itu sehingga tidak menyusun sendiri,” kata hakim Tati Hardiyanti.
Selanjutnya, menurut hakim, Rustam menyetujui lelang pengadaan alkes 1 yang tidak diumumkan melalui satu media cetak nasional. Terpilihlah PT Indofarma Global Medika dengan nilai penawaran Rp 38,8 miliar sebagai pemenang tender. Perusahaan ini sendiri mendapat dukungan penuh dari PT Graha Ismaya sebagai distributor alkes yang dibutuhkan Departemen Kesehatan. Ada sekitar 35 jenis alkes yang dibutuhkan dalam pengadaan alkes tahap pertama tersebut.
Dalam prosesnya, PT Indofarma membeli alat dari PT Graha Ismaya Rp 33 miliar. Sementara itu, biaya pembelian barang yang dikeluarkan PT Graha Ismaya hanya Rp 10,8 miliar ditambah biaya usaha Rp 2,4 miliar. Dengan demikian, PT Graha Ismaya mendapat untung sekitar Rp 15,2 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.