JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida menegaskan, praktik mafia anggaran di DPR RI nyata. La Ode, yang hingga saat ini masih membuka Posko Pengaduan Mafia Anggaran, mengatakan, tak kurang puluhan pejabat daerah telah melaporkan adanya mafia anggaran beserta buktinya.
Pemotongan anggaran yang dilakukan berkisar 25 persen. Bahkan, untuk bidang irigasi, anggaran yang dipotong hingga mencapai 30-40 persen. Sayangnya, para pejabat yang melaporkan mafia anggaran ini tak ingin kasusnya diperkarakan. Mereka khawatir akan tersandung kasus hukum.
Sebelumnya, anggota Badan Anggaran DPR RI Wa Ode Ida, yang berupaya membongkar dugaan suap penetapan dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID), ditetapkan sebagai tersangka. "Akhirnya mereka tak mau serahkan data lagi. Mereka takut ini dibongkar," kata La Ode pada diskusi di Jakarta, Sabtu (17/12/2011).
Direktur Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum (FH) UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan, kenyataan bahwa partai politik menjadi pemangsa atau pemamah anggaran memang fakta lama. Permainan anggaran di DPR dinilai masalah yang sistemik.
Zainal mencontohkan kasus PPID yang patut dicurigai. Zainal menyebut PPID sebagai dana optimalisasi berupa cek kosong. Daerah yang memberikan "sesajen" besar kepada Banggar akan mendapatkan alokasi dana besar, dan sebaliknya.
Model parlemen bikameral (dua kamar) di Indonesia tak berlaku. Ada ketidakseimbangan antara DPR RI dan DPD RI. Hal ini diperparah dengan kemampuan penegak hukum yang rendah dalam menindak pelaku mafia anggaran.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung mengakui, celah untuk memainkan anggaran negara terbuka lebar dalam proses pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilakukan setiap tahun karena menyangkut uang dengan jumlah relatif besar.
"Di sini (Badan Anggaran), uang yang dibicarakan. Begitu banyak celah untuk melakukan itu (permainan anggaran)," katanya saat ditanya mengenai praktik permainan anggaran.
Menurut Tamsil, praktik permainan atau mafia anggaran bisa dibuktikan dari sejumlah kasus yang sudah ditangani aparat penegak hukum. Ada yang masih berstatus tertuduh, ada yang berstatus tersangka dan terdakwa, ada pula yang terpidana.
Namun, tidak ada satu orang pun yang bisa melakukan praktik permainan anggaran sendirian. Praktik mafia anggaran biasanya dilakukan bersama-sama oleh oknum di pihak eksekutif, pengusaha, dan oknum di lembaga legislatif. Biasanya, mereka bekerja sama untuk memainkan anggaran yang tengah dibahas.
"Jadi yang bukan anggota DPR juga bisa melakukan itu. Untuk memiliki pengaruh di lembaga eksekutif dalam menentukan siapa pemenang (tender) juga tidak perlu jadi DPR," ujarnya. HIN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.