Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deplu: Pelarangan Film "Balibo" Kewenangan LSF

Kompas.com - 05/12/2009, 13:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pelarangan film Balibo merupakan kewenangan Lembaga Sensor Film (LSF), dan pemerintah Indonesia tidak ikut campur tangan dalam memutuskan larangan tersebut, ujar juru bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah, di Jakarta, Jumat (4/12).

"Pelarangan film ’Balibo 5’ merupakan hal yang menjadi tanggung jawab instansi terkait seperti Lembaga Sensor Film (LSF), bukan keputusan Deplu dan pemerintah RI," ujarnya.

Film Balibo yang mengisahkan peristiwa kematian lima orang wartawan televisi Australia di kota Balibo, Timor Timur, 16 Oktober 1975, itu menjadi kewenangan LSF sebagai lembaga resmi dan tidak ada intervensi dari pihak mana pun termasuk Pemerintah Indonesia.

Pelarangan ini tidak dimaksudkan untuk menutupi keburukan Pemerintah indonesia pada masa itu dan menghambat demokrasi Indonesia, kata dia.

Faizasyah mengatakan, pihak LSF sudah memiliki parameter sendiri untuk melarang sebuah film untuk tidak ditayangkan di Indonesia, dengan meninjau dari berbagai aspek seperti sosial, agama, dan lain sebagainya, maka itu merupakan hak LSF untuk memutuskan.

"Pemerintah juga tidak mau mencampuri kewenangan LSF yang memiliki otoritas sesuai dengan kriteria kelayakan film yang akan tayang di Indonesia," ujar Faizasyah.

Ia mengutarakan, film Balibo merupakan sebuah karya seni dan tetap menghargai karya tersebut, tetapi mungkin LSF menganggap film tersebut dinilai tidak sesuai untuk ditayangkan di Indonesia atas berbagai pertimbangan.

Mengenai kematian wartawan Australia, sebelumnya kedua pemerintah baik Australia dan Indonesia telah menyatakan kelima wartawan tersebut terjebak dalam baku tembak yang terjadi dalam perang di wilayah Indonesia.

Kelima wartawan Australia tersebut adalah reporter Greg Shackleton (27), perekam suara Tony Stewart (21), dan juru kamera Gary Cunningham (27), yang bekerja untuk HSV-7 Melbourne; kamerawan Brian Peters (29) dan reporter Malcolm Rennie (28), yang bekerja untuk TCN-9 di Sydney.

Faizasyah menyatakan simpati yang dalam bagi para kerabat korban yang meninggal dunia, tetapi ia menuturkan, selain kelima orang tersebut, banyak juga warga lokal yang menjadi korban perang itu.

"Sebenarnya yang menjadi korban pada saat itu tidak hanya kelima wartawan tersebut, banyak juga warga sipil yang menjadi korban dalam perang tersebut," tambah Faizasyah.

Pemerintah tidak mempermasalahkan kasus pelarangan film tersebut karena, menurut dia, pemerintah masih harus mengatasi masalah lainnya yang lebih besar.

Menurut Faizasyah, diharapkan kasus ini tidak merusak demokrasi Indonesia yang sedang berjalan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com