Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Beda, Cerai Dipilih

Kompas.com - 15/07/2008, 15:21 WIB

JAKARTA, SELASA - Dirjen Bimas Islam Prof Nasarudin Umar mengatakan, angka perceraian karena perbedaan politik atau partai dalam penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah (pemilu dan pilkada) cenderung naik dari tahun ke tahun. "Ini harus diwaspadai karena dapat mengganggu keutuhan dan kelanjutan masa depan bangsa," katanya dalam pertemuan dengan wartawan di Jakarta, Selasa (15/7).

Ia mengatakan, yang terbaik adalah mengamankan jaring-jaring keluarga. Perceraian akibat pemilu karena berlatar belakang pandangan harus dihindari. Karena itu ia mengimbau kepada umat Muslim agar menghindari adanya perbedaan yang dapat menjurus pada perceraian. "Urusan politik adalah urusan sesaat, sementara urusan keluarga adalah urusan seumur hidup, bahkan sampai akhirat," kata Dirjen Bimas Islam.
    
Dalam pertemuan tersebut ia juga kembali mengungkap bahwa perceraian di Indonesia cenderung meningkat. Ketika tampil sebagai pembicara dalam Pemilihan Keluarga Sakinah dan Pemilihan Kepala KUA Teladan Tingkat Nasional, Nasaruddin Umar juga menyebutkan bahwa gejolak yang mengancam kehidupan struktur keluarga ini semakin bertambah jumlahnya pada tiga tahun terakhir ini. "Setiap tahun ada dua juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangan bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga," jelasnya.

Islam dengan tegas menyatakan dalam Al Quran bahwa perceraian itu adalah suatu perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci Allah, namun perceraian itu menjadi fenomena yang terjadi dalam masyarakat Indonesia.

"Dalam Al Quran, 80 persen ayat membicarakan tentang penguatan bangunan rumah tangga, hanya sebagian kecil yang membicarakan masalah penguatan negara, bangsa, apalagi masyarakat sebab keluarga adalah sendi dasar terciptanya masyarakat yang ideal, mana mungkin negara dibangun di atas bangunan keluarga yang berantakan, " ujarnya.

Ia menegaskan, apabila angka perceraian di masyarakat terus meningkat, itu menjadi bukti kegagalan dari kerja Badan Penasehat Pembinaan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4). Ia juga menjelaskan, pada kasus perceraian suami-istri ternyata jumlah istri yang menggugat cerai suaminya makin meningkat. Hal ini merupakan fenomena baru di enam kota besar di Indonesia, terbesar adalah di Surabaya. 

Menurut data, di Jakarta dari 5.193 kasus, sebanyak 3.105 (60 persen) kasus adalah istri menggugat cerai suami, dan sebaliknya suami gugat cerai istri 1.462 kasus. Di Surabaya, dari 48.374 kasus sebanyak 27.805 (80 persen) kasus adalah kasus istri gugat cerai suami, sementara suami gugat cerai istri mencapai 17.728 kasus. Di Bandung, dari 30.900 kasus perceraian sebanyak 15.139 (60 persen) adalah kasus istri gugat cerai suami dan suami gugat cerai istri sebanyak 13.415 kasus.

Selanjutnya, di Medan dari 3.244 kasus sebanyak 1.967 (70 persen) kasus adalah istri gugat cerai suami dan suami gugat cerai istri hanya 811 kasus. Di Makassar dari 4.723 kasus sebanyak 3.081 (75 persen) kasus adalah istri menggugat cerai suami, dan suami gugat cerai istri hanya 1.093 kasus. Di Semarang, dari 39.082 kasus sebanyak 23.653 (70 persen) adalah istri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 12.694 kasus.

Menurut Dirjen Bimas Islam Prof Dr Nasaruddin Umar, penyebab perceraian tersebut antara lain karena ketidakharmonisan rumah tangga (46.723 kasus), faktor ekonomi (24.252 kasus), krisis keluarga (4.916), cemburu (4.708 kasus), poligami (879), kawin paksa (1.692), kawin bawah umur (284), dan penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (916). "Suami atau istri dihukum lalu kawin lagi 153 kasus, cacat biologis (tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis) 581 kasus, perbedaan politik 157 kasus, gangguan pihak keluarga 9. 071 kasus, dan tidak ada lagi kecocokan (selingkuh) sebanyak 54. 138 kasus," katanya. 

Tingginya permintaan gugat cerai istri terhadap suami tersebut diduga karena kaum perempuan merasa mempunyai hak yang sama dengan lelaki, atau akibat globalisasi sekarang ini, atau kaum perempuan sudah kebablasan. "Kesadaran atau kebablasan, itulah antara lain yang menjadi perhatian kita semua sebagai umat beragama," kata Nasaruddin mengomentari kecenderungan kasus perceraian ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com