JAKARTA, KCM - Kelompok Kerja Petisi 50 bersama dengan Komite Waspada Orde Baru, Gerakan Rakyat Marhaen dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO, Rabu (9/1), mendatangi Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, untuk mengadukan kejahatan Mantan Presiden Soeharto.
"Apa yang kami adukan terlepas dari persoalan yayasan. Yang kami adukan tentang kejahatan penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, berdasarkan pasal 12 UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kami menuntut Soeharto tetap diadili tanpa kehadiran terdakwa, ini berbeda dengan in absentia, karena orangnya ada," papar Judilherry Justam, salah satu anggota Petisi 50.
Beberapa kasus yang diadukan diantaranya, mengenai Proyek Mobil Nasional dan Tata Niaga Cengkeh. Judilherry mengatakan, dalam sebuah peradilan kasus korupsi, hakim dapat mengadili tanpa kehadiran terdakwa. Ia mencontohkan kasus yang pernah terjadi pada Bupati Langkat, Zulkifli Hassan.
"Bupati Langkat yang tersangkut kasus korupsi, pernah diadili tanpa kehadiran terdakwa karena alasan sakit. Saat itu hakim ke Rumah Sakit, lalu sidang dilanjutkan ke pengadilan," lanjutnya.
Pengaduan ini disampaikan, agar pihak Kejaksaan tidak terpengaruh dengan tuntutan agar perkara Soeharto dihentikan.
"Walaupun memang, perkara perdata lemah kalau tidak ada putusan pidana. Kita memang harus memaafkan, tapi proses hukum harus tetap berjalan. Biar Pak Harto juga tenang," pungkas Judilherry.
Sebelumnya, dalam keterangan pers hari ini, Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan akan menerima pengaduan yang disampaikan dan akan menindaklanjutinya. Saat ini, sekitar 10 orang perwakilan dari organisasi-organisasi tersebut tengah menunggu pihak Kejaksaan yang akan menerima pengaduan mereka. (ING)