Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Mengurai Kooptasi NU oleh Jokowi dalam Konsensi Tambang

Kompas.com - 05/06/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) memprakarsai kebijakan kontroversial memberikan izin pertambangan kepada organisasi-organisasi keagamaan.

Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, secara gamblang menyebut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai salah satu penerima manfaat.

Keputusan ini, yang terangkum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2024, merevisi undang-undang sebelumnya untuk memungkinkan kelompok-kelompok agama memiliki kontrol signifikan atas operasi pertambangan.

Banyak yang percaya bahwa kebijakan ini merupakan redistribusi kekuasaan setelah kemenangan calon presiden yang didukung oleh Jokowi pada pemilu Februari 2024, karena PBNU dianggap telah mendukung Prabowo-Gibran.

Meskipun PBNU telah menanggapi peraturan baru ini secara positif, implikasinya sangat memprihatinkan dan beraneka ragam, sehingga menimbulkan risiko besar bagi lanskap sosial-politik Indonesia.

Peraturan ini menantang norma-norma dasar pemerintahan Indonesia, yang secara tradisional mempertahankan pemisahan antara pengaruh agama dan urusan negara.

Keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan potensi konflik kepentingan, mengingat bahwa pertambangan penuh dengan tantangan lingkungan dan etika, termasuk degradasi lahan, penggundulan hutan, dan penggusuran masyarakat lokal.

Kurangnya keahlian PBNU dalam praktik pertambangan yang berkelanjutan menimbulkan pertanyaan serius tentang pengelolaan proyek-proyek ini di masa depan.

Risiko salah urus lingkungan hidup cukup tinggi, dan dampaknya dapat menodai reputasi PBNU, yang berpotensi meruntuhkan posisi moral dan etikanya di masyarakat.

Secara ekonomi, manfaat yang disebut-sebut dari kebijakan ini dibayangi oleh implikasi yang lebih luas.

Meskipun segmen tertentu di dalam PBNU mungkin akan mendapatkan keuntungan finansial, dampak ekonomi secara keseluruhan terhadap masyarakat lokal dan negara bisa jadi kurang positif.

Industri pertambangan terkenal dengan siklus boom-and-bust-nya, dan keuntungannya sering terkonsentrasi di tangan segelintir orang, bukannya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara luas.

Dengan menanamkan kegiatan ekonomi ini ke dalam organisasi keagamaan, pemerintah berisiko menciptakan kantong-kantong kekayaan yang terputus dari kesejahteraan masyarakat yang lebih luas, berpotensi memperburuk ketidaksetaraan dan ketegangan sosial.

Secara politis, langkah ini sangat strategis, yang tampaknya dirancang untuk mengamankan pengaruh jangka panjang terhadap bidang ekonomi dan politik Indonesia menjelang akhir masa kepresidenan Jokowi.

Namun, terjalinnya pengaruh agama dengan kekuasaan negara dapat memiliki konsekuensi yang luas bagi tatanan demokrasi Indonesia, menantang prinsip-prinsip sekuler yang menjadi dasar pendirian negara ini dan mengarah pada pengaburan batas antara nasihat agama dan mandat politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Nasional
Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Nasional
PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

Nasional
6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

Nasional
Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Nasional
Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi 'Online', Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi "Online", Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Nasional
Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Nasional
Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan 'Legacy' Baik Pemberantasan Korupsi

Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan "Legacy" Baik Pemberantasan Korupsi

Nasional
Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Nasional
Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Nasional
Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Nasional
Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

Nasional
Dompet Dhuafa Distribusikan Sekitar 1.800 Doka di Jateng

Dompet Dhuafa Distribusikan Sekitar 1.800 Doka di Jateng

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Mayoritas Kelas Bawah hingga Atas Puas Atas Kinerja Jokowi di Bidang Ekonomi

Survei Litbang "Kompas": Mayoritas Kelas Bawah hingga Atas Puas Atas Kinerja Jokowi di Bidang Ekonomi

Nasional
PDN Kominfo Gangguan, Pakar: Ini Krisis Besar, Punya Skenario Penanggulangan?

PDN Kominfo Gangguan, Pakar: Ini Krisis Besar, Punya Skenario Penanggulangan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com