Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baju Garis Hitam-putih Relawan Ganjar Dianggap Tak Seotentik Jokowi 2012

Kompas.com - 20/07/2023, 20:34 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philips Vermonte, menilai upaya politikus mendeklarasikan seragam bagi para simpatisannya jelang pemilu, termasuk Ganjar Pranowo baru-baru ini, belum dapat menandingi apa yang dilakukan Joko Widodo dengan kemeja kotak-kotaknya jelang Pilgub 2012 dan Pilpres 2014.

Philips menilai, apa yang terjadi dengan baju kotak-kotak pendukung Jokowi adalah fenomena yang sifatnya organik dan otentik dari para simpatisan.

"Sekarang kan lebih ke gimmick-nya," kata dia ketika ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2023).

Baca juga: Seragam Garis Hitam Putih ala Ganjar dan Deja Vu Baju Kotak-kotak

"Persoalan kita, dalam setiap strategi kampanye dan lain-lain, otentisitas itu penting. Poinnya Pak Jokowi bukan kotak-kotak atau garis-garis, tapi otentisitasnya," lanjut dia.

Baju kotak-kotak Jokowi dinilai bukan hanya digerakkan dari akar rumput, tetapi juga merepresentasikan pakaian yang sehari-hari digunakan orang kebanyakan, sehingga otentisitas itu terasa kental.

Philips menjelaskan, sejak keberhasilan baju kotak-kotak ala pendukung Jokowi, banyak kekuatan politik yang berupaya menempuh langkah serupa, walau tak selalu otentik.

Simbol-simbol semacam ini dianggap memang cukup diperlukan di tengah pemilihan yang berlangsung serentak, untuk menggaet simpati pemilih dengan lebih mudah.

Baca juga: Sering Pakai Kemeja Garis Hitam Putih, Ganjar: Gambaran Sikap Politik Saya, Tak Pernah Abu-abu

Sebab, jelang pemilu, pemilih akan diperebutkan oleh banyak kandidat, baik caleg maupun capres, yang membawa visi-misi berbeda.

Isu yang berkembang jelang pemilu juga amat beragam. Karakteristik pemilih di Indonesia dianggap belum dapat menilai kandidat berdasarkan isu.

Di samping itu, pemilih memiliki keterbatasan untuk untuk mengenali dan menggali latar belakang tiap kandidat.

"Di Indonesia, misalnya, hari ini, kita tidak terlalu sadar, harga naik atau turun, masyarakat ada yang merasa dan tidak. Ada banyak isu buat masyarakat, ada yang ngomong harga, banjir, penyakit, ngomong ini, itu, dan lain-lain," ungkap Philips.

"Akhirnya, pemilih itu (bingung) dari semua isu penandanya buat mereka yang penting apa, sehingga larinya ke yang sifatnya simbol," papar Philips.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Nasional
PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Nasional
Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Nasional
KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

Nasional
Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Nasional
UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran Karena Melarang Media Investigasi

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran Karena Melarang Media Investigasi

Nasional
Khofifah Mulai Komunikasi dengan PDI-P untuk Maju Pilkada Jatim 2024

Khofifah Mulai Komunikasi dengan PDI-P untuk Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
Gerindra Tegaskan Kabinet Belum Dibahas Sama Sekali: Prabowo Masih Kaji Makan Siang Gratis

Gerindra Tegaskan Kabinet Belum Dibahas Sama Sekali: Prabowo Masih Kaji Makan Siang Gratis

Nasional
Rapat Paripurna DPR: Pemerintahan Baru Harus Miliki Keleluasaan Susun APBN

Rapat Paripurna DPR: Pemerintahan Baru Harus Miliki Keleluasaan Susun APBN

Nasional
Dasco Sebut Rapat Pleno Revisi UU MK yang Dilakukan Diam-diam Sudah Dapat Izin Pimpinan DPR

Dasco Sebut Rapat Pleno Revisi UU MK yang Dilakukan Diam-diam Sudah Dapat Izin Pimpinan DPR

Nasional
Amankan Pria di Konawe yang Dekati Jokowi, Paspampres: Untuk Hindari Hal Tak Diinginkan

Amankan Pria di Konawe yang Dekati Jokowi, Paspampres: Untuk Hindari Hal Tak Diinginkan

Nasional
12.072 Jemaah Haji dari 30 Kloter Tiba di Madinah

12.072 Jemaah Haji dari 30 Kloter Tiba di Madinah

Nasional
Achanul Qosasih Dicecar Kode “Garuda” Terkait Transaksi Rp 40 Miliar di Kasus Pengkondisian BTS 4G

Achanul Qosasih Dicecar Kode “Garuda” Terkait Transaksi Rp 40 Miliar di Kasus Pengkondisian BTS 4G

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com