Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Sutan Sjahrir, Pendiri Bangsa yang Wafat dalam Status Tahanan Politik

Kompas.com - 19/04/2021, 20:44 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Tepat pada 55 tahun silam, Perdana Menteri RI pertama Sutan Sjahrir dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, pada 19 April 1966.

Dilansir dari pemberitaan Harian Kompas pada 20 April 1966, Ratusan ribu rakyat ibu kota berjubel menghadiri pemakaman pahlawan nasional yang berjuluk Bung Kecil itu.

Mereka rela berjubel berdiri di sekitaran Taman Makam Pahlawan Kalibata untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Sjahrir. Namun ironisnya, Sjahrir yang bergelar pahlawan nasional wafat dengan status tahanan politik.

Baca juga: Diplomasi Sutan Sjahrir dalam Memperjuangkan Kemerdekaan RI

Pada mulanya, Sjahrir memang berada di lingkaran kekuasaan dengan Presiden Soekarno. Sjahrir, Soekarno, dan Bung Hatta yang kala itu menjadi Wapres RI pertama layaknya tiga serangkai di masa awal kemerdekaan. Bahkan Bung Kecil menjadi orang ketiga di republik dengan menjabat Perdana Menteri RI.

Sjahrir juga kerap memainkan peranan penting dalam berdiplomasi dengan sejumlah delegasi untuk memperkuat posisi Indonesia di luar negeri pasca-kemerdekaan.

Pada 1948, setelah tak lagi menjabat, Sjahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PSI bentukan Sjahrir diisi oleh para intelektual muda di zamannya.

Berkat modal sosial intelektual tersebut, PSI bisa mendudukkan beberapa kadernya di kabinet Natsir, Wilopo, dan Burhanudin Harahap.

Namun PSI tak mampu berbuat banyak di Pemilu 1955. Suara PSI jeblok dan membuat merka tak bisa lagi bermain di dalam percaturan politik nasional. PSI hanya memperoleh 1,99 persen duara ketika itu.

Lambat laun, sebagai partai yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, PSI dibubarkan oleh Soekarno berbarengan dengan Masyumi pada 1960.

Baca juga: Maria Duchateau, Si Nyonya Belanda Pemikat Hati Sutan Sjahrir

Puncaknya Sjahrir ditangkap pada Januari 1962 karena dianggap bergabung ke dalam gerakan subversif yang hendak menjatuhkan pemerintahan. Sjahrir bersama sejumlah tokoh lainnya ditangkap dan ditahan di mess Corps Polisi Militer (CPM) di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta.

Tak berselang lama, Sjahrir kemudian dipindah ke Rumah Tahanan Militer (RTM) Budi Utomo. Di sana lah Sjahrir sakit. Sejumlah tokoh termasuk Bung Hatta sudah mendesak agar pemerintah membebaskan Sjahrir.

Namun desakan Bung Hatta dan tokoh lainnya tak digubris. Sjahrir kemudian diizinkan menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto. Hingga akhirnya Bung Kecil dirujuk untuk dirawat di Swiss. Sjahriri pun mengembuskan napas terakhirnya di Swiss pada 16 April 1966.

Di hari wafatnya Sjahriri, Soekarni menerbitkan Keppres No. 76 Tahun 1966 untuk merehabilitasi nama Sjahriri dan menjadikan Bung Kecil sebagai pahlawan nasional.

Dalam pidatonya di pemakaman Sjahrir, Bung Hatta bahkan menggambarkan Sjahrir sebagai sosok yang penuh ironi.

Baca juga: Tuah Hatta-Sjahrir di Tanah Naira

Bung Hatta mengatakan, Sjahrir yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, merasakan sulitnya zaman perjuangan, dan ikut serta membesarkan Indonesia, namun meninggal dunia dalam status tahanan dari Republik Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com