Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuri: Vaksin Covid-19 untuk Memutus Penularan, Bukan untuk Imunisasi

Kompas.com - 31/08/2020, 14:19 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto mengatakan, vaksin Covid-19 bertujuan untuk memutus rantai penularan penyakit tersebut.

Menurut Yuri, yang perlu dipahami masyarakat adalah pemberian vaksin Covid-19 berbeda dari vaksin untuk program imunisasi.

"Kita harus melihat bahwa vaksin Covid-19 jangan disikapi sebagai vaksin program (imunisasi). Ini (vaksin Covid-19) outbreak respons ya," ujar Yuri dalam talkshow daring bersama Satgas Penanganan Covid-19 yang ditayangkan di saluran YouTube BNPB, Senin (31/8/2020).

Baca juga: Butuh Cepat, AS Akan Setujui Vaksin Corona Sebelum Uji Klinis Selesai

"Tujuan dari vaksin Covid-19 memang untuk secepatnya memutus mata rantai penularan. Ini beda dengan vaksin program," lanjut dia.

Masyarakat harus memahami perbedaan mendasar itu.

Selain itu, kata Yuri, pemberian vaksin Covid-19 nantinya sangat dipengaruhi oleh kondisi epidemiologi Covid-19 itu sendiri.

"Ini yang harus kita pahami sehingga masyarakat mestinya dari awal sudah mulai kita beri info sebanyak-banyaknya soal ini," tambah Yuri.

Baca juga: Ini yang Harus Dilakukan Relawan Usai Disuntik Vaksin Covid-19

Sebelumnya, ahli epidemiologi dari Universitas North Carolina, Amerika Serikat, Juhaeri Muchtar mengatakan, masyarakat dan pemerintah berharap vaksin Covid-19 bisa diproduksi akhir tahun 2020 atau awal tahun 2021.

Namun, ia mengingatkan agar masyarakat dan pemerintah tak terlalu euforia seolah vaksin Covid-19 di Indonesia sudah mulai diproduksi.

Euforia itu berdampak pada pengabaian protokol kesehatan.

"Cuma jangan jadi euforia seolah-olah vaksin sudah ada di sini sehingga penduduk menjadi longgar, oh vaksin sudah di depan mata yuk kita belanja lagi. Saya pikir peran pemerintah jangan sampai itu jadi euforia," kata Juhaeri dalam diskusi secara daring bertajuk "Jakarta dan Dunia Memerah Lagi" pada Sabtu (29/8/2020).

Baca juga: Peneliti Sarankan Jangan Terlalu Berharap pada Vaksin, Ini Alasannya

Juhaeri mengatakan, dari segi ilmiah, proses pembuatan vaksin memakan waktu berbulan-bulan.

Menurut Juhaeri, meski vaksin siap diproduksi, prosesnya tetap tidaklah mudah.

"Setelah pengujian terakhir yang ketiga prosesnya akan berbulan-bulan sampai kita siap, kalau kita sudah siap, itu enggak gampang diproduksi alat suntik ya, enggak gampang diproduksi, jadi hal-hal itu perlu dipertimbangkan," ujar dia.

Diberitakan, tim riset vaksin Covid-19 akan mempercepat proses pemeriksaan para relawan dengan menambah frekuensi pengetesan.

Targetnya, vaksin itu bisa mulai diproduksi oleh Bio Farma pada akhir tahun nanti.

Baca juga: Cek Fakta Sepekan: Hoaks Vaksin Covid-19 Bikin Mandul hingga Ivermectin Obat Corona

Hal itu diungkapkan Ketua Tim Riset Vaksin dari Fakultas Kedokteran Unpad Kusnandi Rusmil di Puskesmas Garuda, Kota Bandung, Selasa (26/8/2020).

Menurut Kusnadi, saat ini tim riset akan menambah pemeriksaan relawan hingga dua kali lipat.

"Jadi umpamanya dalam satu tempat penelitian itu dimulai pukul 11.00 WIB. Nah, nanti kita minta dua kali dari jam 11.00 WIB sampai jam 15.00 WIB misalnya. Jadi surveinya dua kali lipat lebih cepat," ujar Kusnandi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com