Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KIP Putuskan Hasil Audit BPKP Terkait BPJS Kesehatan sebagai Informasi Terbuka

Kompas.com - 03/03/2020, 12:48 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan bahwa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat membuka hasil audit terkait defisit BPJS Kesehatan.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Komisioner KIP Cecep Suryadi dalam sidang putusan sengketa antara BPKP dan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha.

"Menyatakan informasi hasil audit terkait dana jaminan sosial kesehatan sebagaimana pernah disampaikan kepada komisi IX dan XI DPR-RI sebagai informasi yang bersifat terbuka," kata Cecep dalam sidang di Kantor KIP, Jakarta Pusat, Selasa (3/3/2020).

Baca juga: Jokowi Minta BPKP Audit Defisit BPJS Kesehatan

Dalam putusannya, KIP mengabulkan permohonan Egi untuk dapat menerima hasil audit BPKP terkait BPJS Kesehatan tersebut.

Menurut KIP, hasil audit tersebut tidak memenuhi unsur kerahasiaan sebagaimana Pasal 6 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Sudah sepatutnya berdasarkan Undang-undang KIP, termohon sebagaimana informasi yang sudah disampaikan pejabatnya, dalam pertemuan terbuka untuk umum tersebut, dan menyediakan akses kepada publik karena sudah tidak memiliki unsur kerahasiaan," kata anggota Majelis Komisioner Arif Kuswardono.

Baca juga: Di Depan Sri Mulyani, Anggota DPR Ramai-ramai Desak Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Menanggapi putusan KIP, Egi mengapresiasi putusan KIP dan meminta BPKP segera menyerahkan hasil audit terkait BPJS Kesehatan tersebut.

"Hasil audit itu mungkin akan berguna bagi publik untuk mengetahui permasalahan BPJS di mana saja," ujar Egi usai sidang.

Sementara, anggota Tim Hukum BPKP yang enggan disebutkan identitasnya mengaku akan berkoordinasi dengan atasan untuk menindaklanjuti putsan KIP ini.

Baca juga: Jokowi Sebut Menkes Sudah Punya Jurus Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Sebelumnya, ICW mengajukan sengketa informasi melawan BPKP di Komisi Informasi Pusat karena BPKP menolak memberikan dokumen hasil audit BPKP terkait BPJS Kesehatan.

ICW meminta dokumen itu karena program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan tengah bermasalah.

Dikutip dari situs resmi ICW, ICW mencatat sedikitnya pemerintah menyuntikkan dana talangan kepada BPJS sebesar Rp 22,1 triliun. Namun, per akhir Desember 2019, BPJS juga masih mengalami defisit sebesar Rp 15,5 triliun.

"Jumlah tersebut jelas tidak sedikit. Oleh karena itu dokumen hasil audit yang dilakukan BPKP perlu diketahui oleh publik luas. Publik sebagai pembayar pajak dan pihak yang diwajibkan mengikuti program JKN mesti mengetahui segala permasalahan yang ada dalam pengelolaannya," kata Egi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com