JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Indonesia Corruption Watch menilai, pemerintah dan DPR memaksakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dilakukan dalam waktu cepat.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz mengatakan, ada banyak prosedur yang dilanggar demi memaksakan revisi UU yang dinilai melemahkan KPK itu disahkan.
"Secara prosedur dan subtansi banyak sekali dilanggar namun semua tetap dipaksakan agar KPK lemah dan bisa dikontrol secara politik," kata Donal kepada Kompas.com, Selasa (17/6/2019).
Hal itu disampaikan Donal menanggapi kesepakatan antara pemerintah dan DPR terkait poib-poin revisi UU KPK.
Baca juga: UU KPK Direvisi, TII Nilai DPR dan Presiden Jokowi Mengubur Harapan Publik
Salah satu prosedur yang dilanggar, kata Donal, yakni tidak dilibatkanya KPK dalam pembahasan revisi UU KPK.
DPR dan pemerintah juga dianggap tidak memberikan ruang bagi publik untuk memberikan pendapat.
Donal mencurigai DPR dan pemerintah sengaja tak mempertimbangkan suara publik dan KPK demi segera menggolkan RUU tersebut.
"Proses pembahasan yang kilat membuktikan pembahasan RUU ini sudah menjadi persekongkolan penguasa," ujar dia.
DPR dan pemerintah telah menyepakati poin-poin revisi UU KPK dalam rapat panitia kerja (Panja) di ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
"Ada beberapa hal-hal pokok yang mengemuka dan kemudian disepakati dalam rapat panja," ujar Ketua Tim Panja DPR Revisi UU KPK Totok Daryanto saat menyampaikan laporan hasil rapat.
Ada tujuh poin perubahan yang telah disepakati dalam revisi UU KPK.
Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.
Kedua, terkait pembentukan dewan pengawas.
Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.
Baca juga: Konsistensi Fahri Hamzah Dukung Revisi UU KPK, Dipecat PKS hingga Gol di Akhir Jabatan
Keempat, mekanisme penerbitan surat perintah penghentian penyidikan perkara (SP3) oleh KPK.